Monday 11 April 2011

sejarah seni~

Lukisan Gua.
Lukisan dinding gua atau dinding karang menggambarkan sebuah kehidupan zaman prasejarah dari segi sosial-ekonomi dan kepercayaan masyarakat. Sikap hidup manusia tergambar di dalam lukisan-lukisan tersebut, dan termasuk juga di dalamnya nilai-nilai estetika dan magis yang bertalian dengan totem dan upacara-upacara yang belum diketahui dengan jelas. Cap tangan dengan latar belakang cat merah mungkin mengandung arti kekuatan atau lambang kekuatan pelingdung untuk mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap sebagai tanda adat berkabung.
Menurut Roder dan Galis, yang menyelidiki lukisan gua di Papua, lukisan itu bertalian dengan upacara-upacara penghormatan nenek moyang, upacara penguburan, inisiasi, dan mungkin juga untuk keperluan ilmu dukun, untuk minta hujan dan kesuburan, atau memperingati suatu kejadian yang penting (Marwati Djoened Poesponegoro; 2008, 185).

A.    Persebaran di luar IndonesiaPerkembangan lukisan gua ternyata tidak hanya terdapat di Indonesia, namun ternyata berkembang pula di luar Indonesia seperti; di Eropa misalnya di Italia, Sepanyol, Perancis dan di Afrika. Di wilayah Asia misalnya terdapat di India, Thailand dll, serta di Australia. Lukisan yang terdapat di beberapa Negara tersebut diperkirakan sebagai hasil kebudayaan masyarakat yang hidup berburu dan mengumpulkan makanan pada tingkat sederhana hingga tingkat lanjut. Keberadaan Seni Cadas di luar Indonesia menandakan bahwa kebudayaan yang berkembang di Indonesia tidak jauh berbeda dengan kebudayaan yang berkembang di belahan dunia lain.  

B.    Persebaran di IndonesiaDi Indonesia, lukisan gua merupakan suatu hasil kebudayaan yang berkembang pada masa berburu tingkat lanjut, dan ditemukan di daerah Sulawesi Selatan, Kepulauan Maluku, Papua, Kalimantan dll. Lukisan gua merupakan sebuah bukti sejarah kemampuan manusia pada zaman prasejarah mampu mencurahkan ekspresinya kedalam sebuah lukisan.

1.    Lukisan Gua Sulawesi Selatan
 Sumber: Marwati Djoened Poesponegoro (Sejarah Nasional Indonesia I, hal 188)
Lukisan Ikan pada dinding Gua Lasitae, Pangkep, Sulawesi Selatan.
Daerah Sulawesi Selatan memiliki sejarah yang panjang, baik yang bersifat lokal maupun nasional, dengan berbagai peninggalannya. Peristiwa pembunuhan massal (40.000.000 jiwa) oleh Westerling (selanjutnya disebut sebagai “Peristiwa Westerling”) misalnya, peristiwa itu tidak akan terlupakan, khususnya oleh orang Sulawesi Selatan dan umumnya masyarakat Indonesia. Sulawesi Selatan tampaknya tidak hanya menyimpan berbagai peninggalan sejarah, tetapi berbagai peninggalan prasejarah. Peninggalan-peninggalan itu (berupa artefak) yang terdpat di berbagai gua yang ada di sana, salah satu diantaranya adalah lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding-dinding gua.

Penemuan lukisan gua di Sulawesi Selatan untuk pertama kalianya dilakukan oleh C.H.M. Heeren-Palm pada tahun 1950 di Leang PattaE, walapun memang tidak menuntut kemungkinan bahwa masyarakat sekitar sudah mengenal jauh sebelum itu. Di gua ini ditemukan cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah. Barangkali ini merupakan cap tangan kiri perempuan. Ada pun cap-cap tangan tangan ini dibuat dengan cara merentangkan jari-jari tangan itu di dinding gua kemudian ditaburi dengan cat merah. Digua tersebut juga ditemukan lukisan seekor babi rusa yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya. Barangkali lukisan semacam ini dimaksudkan sebagai suatu harapan agar mereka berhasil berburu di dalam hutan. Babi rusa tadi digambarkan dengan garis-garis horizontal bewarna merah (Poespoenegoro, 2008: 187).

Sebenarnya lukisan-lukisan yang ada di dinding gua-gua di Sulawesi Selatan tidak hanya berupa cap tangan, tetapi masih banyak yang lainnya seperti babi hutan, ikan, perahu, dan manusia. Lukisan cap tangan merupakan yang dominan, ditemukan tidak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi di berbagai wilayah Indonesia bagian Timur lainnya dan Pasifik.a.    Gua-gua dan lukisan yang terdapat di dalamnya
Lukisan Anoa pada dinding Gua Sumpangbita, Pangkep, Sulawesi Selatan.
Maros dan Pangkep adalah 2 kabupaten dari 20 kabupaten yang tergabung di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Di sepanjang jalan yang menghubungkan kedua kabupaten itu banyak ditemukan gua-gua beserta peninggalan-peninggalan yang berupa artefak prasejarah. Gua-gua itu, diantaranya adalah: Leang Pattae, Cacondo, Uleleba, Balisao dan Pattakare. Para arkeolog yang melakukan penelitian di gua-gua tersebut, khususnya yang ada di Kabupaten Maros dan Pangkep, menemukan berbagai peninggalan zaman prasejarah yang tidak hanya berupa peralatan dari batu dan tulang-tulang, tetapi juga lukisan-lukisan kuno. Analisis Kokasih (1983) menyebutkan bahwa lukisan itu dibuat ketika kehidupan manusia sudah menetap, karena ketika manusia prasejarah masih nomaden (berpindah-pindah tempat) keselamatan relatif tidak terjamin, sehingga lukisan tidak ditemukan.

Kehidupan menetap itu sendiri, khususnya di Sulawesi Selatan, baru dimulai ketika mereka (manusia prasejarah) menemukan gua-gua yang dianggap cocok sebagai tempat berlindung untuk menghindari serangan binatang-binatang buas dan iklim yang kurang menguntungkan. Diperkirakan mereka mulai menghuni gua-gua yang ada di Sulawesi Selatan sekitar 5500 SM. Ketika itu sistem mata pencaharian yang mereka lakukan adalah berburu dan meramu. Tidak semua gua dijadikan sebagai tempat tinggal. Hanya gua yang luas, kering, memiliki cahaya yang cukup, dan dekat dengan sumber kebutuhan sehari-hari yang mereka pilih sebagai tempat tinggal.

b.    Corak lukisanBentuk dan coraknya bervariasi; ada yang berupa tangan laki-laki, tangan perempuan dan tangan anak-anak dengan bentuk berbeda-beda: ada yang memperlihatkan hanya telapak tangan, telapak tangan sampai siku, bahkan ada juga yang memperlihatkan cap tangan yang salah satu jarinya dipotong. Adapun cara membuatnya adalah dengan menempelkan obyek (telapak tangan) ke dinding, kemudian menyemprotnya dengan cairan merah yang dibuat dari oker (hametite).
Luksan tangan pada dinding gua
2.    Lukisan Gua di MalukuLukisan prasejarah atau praaksara yang berupa lukisan pada dinding gua merupakan salah satu hasil kebudayaan manusia masa praaksara yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa itu manusia bertempat tinggal digua-gua alami yang dalam atau gua-gua paying atau gua dangkal (Ceruk). Lukisan tersebut mereka buat pada dinding-dinding gua tempat tinggal mereka, seperti apa yang telah dibahas di atas.
Pola lukisan tangan
a.    Tempat penemuan dan gambar lukisanDi Maluku penemu lukisan dinding gua adalah J. Roder pada tahun 1937, walaupun mungkin masyarakat sekitar sudah mengenal sebe sebelum Roder menemukannya. Roder menemuan lukisan gua sebanyak 100 buah di Pulau Seram, pada dinding karang di atas Sungai Tala. Lukisan yang ditemukan berupa gambar-gambar rusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, dan mata.

Selain ditemukan di Pulau Seram, di Maluku lukisan cadas juga ditemukan di Kepulauan Kei, pada tebing batu karang dengan ketinggian 5-10 meter dari atas permukaan laut. Lukisan-lukisan yang ditemukan di Kepulauan Kei pada umumnya hanya berupa garis lurus saja, tetapi ada yang diberi warna pada bagian dalamnya, khususnya untuk gambar manusia. Kecuali manusia dengan berbagai adegan (menari, berperang, memegang perisai, dan jongkok dengan kedua tangan terangkat), ada pula pola topeng, burung, perahu, matahari, dan bentuk geometrik. Gaya lukisan yang ditemukan mirip dengan lukisan yang ditemukan di Pulau Seram, Papua Barat, dan Timor, bahkan lukisan di Australia bagian selatan.
Di Kampung Dudumahan, pantai utara Pulau Nuhu Rowa, yang masih satu gugusan dengan Kepulauan Kei, ditemukan lukisan dengan pola berbeda jika dibandingkan dengan pola yang pernah dilaporkan Heekeren sebelumnya. Situs lukisan gua di Dudumahan tidak saja menampilkan pola manusia, tetapi juga ikan, kura-kura, topeng, perahu, matahari, dan bentuk geometrik. Salah satu yang dianggap unik adalah pola manusia berjenis kelamin wanita dengan alat kelamin mencolok. Lukisan seperti ini biasanya memiliki makna unsur kesuburan, sama halnya dengan lukisan kelamin perempuan di Gua Wa Bose, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

Gambar-gambar pada umumnya dibuat garis luarnya saja, tatapi untuk gambar yang menyerupai manusia terisi sepenuhnya dengan cat merah. Lukisan-lukisan terdiri dari cap-cap tangan berlatar belakang merah, topeng, atau wajah manusia, lambing matahari, manusia dan perisai, manusia berjongkok dengan tungkai terbuka lebar dan tangan terangkat, orang-orang berkelahi atau menari, orang dalam perahu, burung dan gambar geometrik.

b.    Gambaran kehidupanLukisan gua-gua merupakan gambaran sebuah pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup manusia pada masanya. Hal ini di dasarkan pada sumber inspirasi dari cara hidup yang serba bergantung pada alam lingkunganya, yaitu hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Lukisan yang selama ini ditemukan selalu menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan alam kepercayaan masyarakat pada masa itu.

Lukisan prasejarah sering dikaitkan dengan aspek kesenian, sehingga dianggap pula sebagai cikal bakal seni lukisan. Selama tinggal di gua, selain mengerjakan alat-alat, juga menggambar dinding gua yang menunjukan aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan. (Soejono, 1993: 156-157).

Dengan membuat gambar-gambar binatang yang akan di buru, maka para pemburu merasa menguasai binatang buruannya (sympathetic magic). Hal ini antara lain ditunjukan oleh gambaran sejumlah besar binatang yang terkena panah atau terluka (Howe, 1985: 148-149).3.    Lukisan Gua di Papuaa.    Penemuan
Orang yang dianggap mencatat lukisan prasejarah pertama kali di Papua adalah Johannes Keyts (Seorang pedagang) dalam perjalanan dari Banda ke pantai Nuw Guinea pada tahun 1678. Ia melewati sebuah tebing karang di tepi teluk Speelman yang dipenuhi oleh tengkorak, sebuah patung manusia, dan berbagai lukisan pada dinding gua tersebut dengan warna merah.

Lukisan gua yang ada di kepulauan Papua pada umumnya mirip dengan lukisan-lukisan yang ada di Kepulauaan Kei, meskipun ada beberapa bentuk yang berbeda atau khusus. Misalnya di daerah Kokas, Roder menemukan lukisan cap tangan dan kaki dengan latar belakang warna merah. Demikian juga hasil penelitian W.J. Cator di daerah Namatone telah menemukan pola yang sama. Bentuk lain yang dijumpai pada kedua situs ini adalah pola manusia, ikan, kadal dan perahu dengan pola distilir. Lukisan tangan dan kaki menurut cerita setempat, merupakan bekas jejak nenek moyang mereka ketika memasuki gua yang gelap, dalam melakukan perjalanan dari arah timur ke barat.

Lukisan yang ada di wilayah Kokas merupakan satu situs kuno yang terkenal di Kokas, lukisan berada di sebuah tebing bebatuan terjal. Oleh masyarakat setempat, tebing bebatuan terjal ini biasa disebut Tapurarang. Di Distrik Kokas kekayaan peninggalan sejak zaman prasejarah ini bisa dijumpai di Andamata, Fior, Forir, Darembang, dan Goras. Bagi masyarakat setempat, lokasi lukisan tebing ini merupakan tempat yang disakralkan. Mereka percaya lukisan ini adalah wujud orang-orang yang dikutuk oleh arwah seorang nenek yang berubah menjadi setan kaborbor atau hantu yang diyakini sebagai penguasa lautan paling menakutkan. Nenek ini meninggal saat terjadi musibah yang menenggelamkan perahu yang ia tumpangi.

b.    Kehidupan
Seni cadas atau "rock art" yang merupakan hasil karya lukisan manusia pada zaman megalitikum, berusia puluhan ribu tahun, yang ditorehkan pada dinding-dinding gua atau ceruk, tebing karang dan pada permukaan batu-batu besar banyak ditemukan di Kaimana, Provinsi Papua Barat. Jayapura.

"Seni cadas sebagai wadah untuk menuangkan ide atau gagasan seorang seniman berkaitan dengan suatu kejadian atau keadaan yang dialami atau dilihatnya banyak ditemukan di Kaimana,Papua Barat," kata Kepala Balai Arkeologi Jayapura, Papua, Drs.M.Irfan Mahmud,M.Si, di Jayapura. Dari hasil penelitian yang dilakukan tim Balai Arkeologi Jayapura, di Distrik Kaimana, motif-motif lukisan secara garis besar berupa manusia, fauna, flora, geometris dan benda-benda hasil budaya manusia, misalnya perahu, bumerang, tombak, tapak batu, penokok sagu dan topeng.

Motif manusia berupa gambar manusia, cap tangan, antropomorfik dan matuto. Sedangkan, fauna berbentuk kadal, ikan, penyu, buaya , kuskus, ular, burung, udang dan kuda laut. Sementara itu, matahari, segi empat dan lingkaran merupakan sebagian besar motif geometris. "Motif-motif ini tersebar di beberapa desa dengan ketinggian ceruk dan tebing karang pada 3 hingga 5 meter di atas permukaan laut," kata Irfan. Penelitian tersebut menetapkan beberapa situs arkeologi seni cadas di tiga desa, yaitu Desa Marsi, Maimai dan Namatota.

Salah satu situs di Desa Marsi adalah Situs Tanjung Bicari. Di situs ini ditemukan lukisan antropomorfik, ikan dan titik-titik bewarna merah dan kuning. Sementara itu, motif yang lebih beragam dengan bentuk buaya, sontong, kadal, kuskus, geometris, matuto dan tombak dijumpai di Situs Omborecena, Desa Maimai.

c.    Cerita adanya lukisan gua
“Orang-orang tua dahulu memandang lukisan cadas dibuat oleh setan-setan," ujarnya. Oleh karena itu, setiap mereka melewatinya, wajib memberikan sesajen berupa sirih dan pinang yang dilemparkan ke tanjung demi keselamatan atau terhindar dari bahaya.

Adapun pendapat yang lain mengatakan, lukisan dinding merupakan tanda keberadaan Suku Mairasi, sedangkan klan Watora menyatakan, lukisan telapak yang berada di tebing-tebing di daerah tersebut adalah tempat persinggahan nenek moyang mereka ketika pindah ke Tanjung Bicari. Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kegiatan penelitian dan pengembangan Balai Arkeologi Jayapura telah menemukan 89 situs yang sangat berharga, baik dari segi pendidikan dan budaya maupun wisata sejarah. Situs-situs ini ada yang merupakan sisa-sisa aktivitas manusia jaman megalitikum, makam Islam dan Cina serta peninggalan jaman kolonial ketika pasukan sekutu dan Jepang menjadikan Pulau Papua sebagai palagan Perang Dunia II.

Seni Cadas yang terdapat di Papua bagian barat, yakni disekitar Teluk Seireri dan Danau Sentani, telah diteliti oleh K.W. Gailis. Sebagian lukisan yang ditemukan dalam bentuk abstrak, yaitu berupa lukisan lengkung, spiral, serta hewan melata yang distilir. Di dalam gua berlukis ini, terutama yang terletak di tepi danau, sungai, dan laut, sering dijumpai tulang-tulang manusia. Tidak dijelaskan mengenai jenis dan ras, serta keturunannya, apakah mereka termasuk pendukung dari budaya lukisan tersebut.

d.    Arti Warna dan gaya lukisan•    Warna lukisanSesuai dengan hasil penelitian, Roder kemudian memilah-milah lukisan tersebut kedalam beberapa kelompok berdasarkan warna dan gayanya. Ia berpendapat bahwa warna merah lebih tua dari pada warna hitam, dan warna hitam lebih tua dari pada warna putih. Ketiga warna ini sering dijumpai saling tumpang tindih secara berurutan, yaitu mula-mula warna merah tertutup warna hitam, dan warna hitam juga tertutup warna putih. (Marwati Djoened Poesponegoro: 2008. 198-199). •    Gaya lukisanMenurut gayanya, Roder mengelompokan lukisan-lukisan Irian Jaya sebagai berikut:•    Gaya Tubulinetin•    Gaya Mangga•    Gaya Arguni dan Ota I•    Gaya Ota II dan Sosorra

Pada gaya Arguni dan Ota I terdapat lukisan yang sepenuhnya berwarna hitam, gaya Ota II dan Sosorra menampilkan lukisan perahu dengan disertai adat penempatan mayat di depan gua-gua. Sebagian besar lukisan yang ditemukan itu berwarna merah. Terdapat juga lukisan yang menyerupai manusia dan biantang; manusia dengan topi yang lancip, orang yang berjongkok dengan tangan di angkat, dan gambar kadal sebagai gambar nenek moyang.

•    Makna yang tersimpanMenurut pendapat masyarakat yang tersebar di area sekitarnya, gambar binatang itu disebut matuto dan dianggap sebagai pahlawan nenek moyang, dan karena itu sampai sekarang di tempat-tempat mengandung lambang itu masih dilakukan upacara dan tari-tarian. Dikatakan juga cap tangan tersebut mempunyai kekuatan pelindung dan pencegah kekuatan jahat. Para perempuan dilarang menyaksikan lukisan-lukisan ini. Selain cap tangan dan bentuk gabungan antara manusia dan binatang, terdapat juga lukisan orang dengan perisai dan boomerang, burung dan perahu. Gambar-gambar kemudian menjadi suatu perhiasan dalam upacara penguburan, di atas dinding kayu, perisai dan manik-manik.

Melihat analisis Reinach dan Begeuen yang berusaha menganalisis lukisan gua dari segi kesuburan dan upacara kepercayaan, jelas bahwa gua-gua yang tersebar di wailayah Papua ini nampak sebagai bagian dari itu semua. Gua-gua yang ada di Papua berusaha untuk menjelaskan kegiatan sehari-hari mereka baik yang berhubungan dengan sosial-ekonomi maupun yang berhubungan dengan masalah kepercayaan.
Lukisan gua merupakan sebuah bentuk perwakilan ekspresi diri manusia pada masa itu, mereka berusaha mengabadikan semua kegiatanya yang dilakukannya dalam bentuk coretan dinding gua atau oleh masyarakat sekarang bisa dikatakan sebagai bagian dari lukisan gua.

Lukisan gua bisa dikatakan sebagai referensi manusia sekarang untuk melihat sebagaimana tingkat kecerdasan manusia pada masa itu. Dengan melihat dinding gua yang ada, kita bisa mengasumsikan bahwa manusia yang tinggal di kepulauan Nusantara ternyata telah memiliki nilai dan kemampuan kebudayaan yang tinggi pada masa itu, ini terbukti dengan banyak ditemukan benda-benda praaksara yang menandakan mereka telah mampu menciptakan sesuatu yang menggambarkan kehidupannya (Lukisan gua). Lukisan gua ini salah satu dari peninggalan pada masa prasejarah yang masih bisa kita nikmati dan pelajari makna dibalik pembuatannya.

4.    Lukisan Gua Sulawesi Tenggara
Kekayaan alam lain yang terdapat di Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara adalah lukisan gua. Lukisan gua dan ceruk di Sulawesi Tenggra terdapat di Mentanduro, La Kabori, Kolumbo, Toko, dan wa Bose, sedangkan ceruk-ceruknya adalah La Sabo, Tangga Ara, La Nasrofa, dan Ida Malangi. Semua peninggalan ini terdapat di sekitar kawasan perladangan Liabalano, Kampung Mabolu, Desa Bolo, Kecamatan Kotobu.

Kompleks seni cadas di Pulau Muna rupanya menunjukan tingkat perbedaan yang signifikan, tidak saja perihal teknik penggambaran serta warna yang digunakan, tetapi juga polanya yang bervariasi. Lukisan gua yang terdapat di Pulau Muna memiliki warna coklat yang terbuat dari tanah liat. Hal yang menarik dari lukisan yang terdapat di Pulau Muna adalah tidak diketemukan pola cap tangan sebagaimana lukisan-lukisan yang lainnya.

a.    Gua MetanduroMenggambarkan pola manusia, kuda, rusa, babi, anjing, ular, lipan, perahu, matahari, dan bentuk-bentuk Geometrik. Suatu adegan berburu memperlihatkan pemburu sedang menancapkan ke punggung rusa, sementara dibelakangnya dua ekor anjing mengikutinya. Pola ini menunjukan bahwa pada masa itu masyarakatnya sudah menggunakan tombak sebagai alat berburu dan sudah menggunakan hewan peliharaan seperti anjing untuk membantu perburuan. Sedangkan pola ular dan lipan sebagai lambang peringatan kepada manusia agar lebih berhati-hati karena keduanya berbahaya bagi manusia. Kecuali sebagai pemburu, pola manusia di gua ini juga berperan sebagai perajurit yang sedang bertempur, baik di darat dengan menaik kuda maupun dilaut dengan menaik perahu panjang serta membawa tombak, senjata tajam panjang, serta perisai.

b.    Gua KoboriMemiliki pola yang sama dengan pola gua Metanduro, kecuali babi, ular dan lipan tidak terdapat di sini. Disini peranan manusia tidak hanya sebagai pemburu atau prajurit, tetapi juga sebagai penari dan bahkan mampu terbang seperti burung. Peran yang terakhir ini dibuktikan dengan adanya gambar manusia yang memiliki cakar pada tangan dan kakinya. Adegan menari masih dapat dikaitkan dengan unsur profan dan sakral, yang ada hubungannya dengan kesejahtraan hidup masyarakat. Sebaliknya, untuk pola manusia terbang atau manusia burung dianggap mengandung gambaran buruk dan jahat terhadap orang lain untuk selalu mencelakakannya karena mereka memiliki ilmu sihir atau ilmu hitam.

Pola yang dianggap spektakuler ditinjukan oleh perahu dengan layar berbentuk persegi panjang dan pola nyaris vertikal, memiliki dayung dan kemudi, serta di dalamnya terdapat beberapa awak perahu. (Marwati Djoened Poesponegoro; 2008, 192).

Melihat pada bentuk dasarnya, perahu tersebut sudah memperoleh sentuhan teknologi modern yang mungkin dikembangkan mulai abad-abad masehi. Yang patut kita perhitungkan dalam gambar kapal ini adalah kemampuan para awak kapalnya, yang sudah memiliki ilmu pelayaran atau navigasi pada zamannya. Kalau melihat bentuknya, perahu tersebut diperkirakan merupakan perahu niaga atau untuk mencari ikan.

c.    Gua Wa Bose Gua We Bose mempunyai lukisan gua yang berbentuk genital atau kelamin perempuan, lukisan ini memiliki makna yang erat sekali dengan kesuburan. Pola unik lainnya ditemukan di Gua Toko, yang menampilkan bentuk pohok kelapa dan jagung, yang secara harfiah menggambarkan pola yang bermakna sosial-ekonomi atau erat hubunganya dengan sistem mata pencaharian.

d.    Gua TokoBerada pada bukit setinggi 30 meter dari permukaan tanah. Objek lukisan yang dominan pada dinding gua adalah manusia dan penunggang kuda, sedangkan bentuk yang dikatakan unik adalah lukisan pohon kelapa dan pohon jagung. Kedua jenis gambar ini menunjukan bahwa nenek moyang masyarakat Pulau Muna sudah mengenal sistem pertanian atau tradisi bercocok tanam pada masa lampau.

e.    Ceruk La SaboTerletak di jalur jalan setapak antara Gua Mentanduno dan kampung Mabolu. Ceruk ini panjangnya kira-kira 31 meter dengan arah barat-timur menghadap ke selatan. Lukisan yang ada di Ceruk La Sabo menggambarkan pola manusia dan hewan yang terdiri dari rusa, anjing dan musang serta satu-satunya perahu. Adegan perburuan memperlihatkan seorang pemburu sedang membidikan senjatanya ke arah sekelompok rusa jantan dan betina yang sedang berlari untuk menyelamatkan diri. Adegan lainnya menunjukan dua ekor rusa jantan sedang berkelahi, kemudian dinding yang berikutnya menampilkan gambar rusa, perahu, dan anjing, dan diujung timur ceruk terdapat pola hewan yang secara fisik memiliki ciri-ciri jenis musang.

f.    Ceruk Tangga AraJika dibandingkan dengan Ceruk La Sabo, Ceruk Tangga Ara memiliki ukuran lebih besar dan tinggi, tetapi pendek. Meskipun demikian, ternyata ceruk ini hanya memiliki beberapa lukisan dengan pola manusia dan kuda. Penyebab dari sedikitnya lukisan yang terdapat di Caruk ini tidak terlepas dari keadaan dinding yang kasar dan tidak rata, sehingga menyulitkan untuk mencantumkan gambar pada permukaan. Bentuk lukisan terlihat kurang sempurna, tetapi secara sepintas adegannya dapat diketahui, antara lain gambar prajurit sedang memegang senjata tajam dan perisai, penunggang kuda, serta perkelahian satu lawan satu dengan menggunakan jenis senjata yang sama.g.    Ceruk La NasrofaLetaknya berhadapan dengan Gua La Kolumbu, jaraknya kurang lebih sekitar 75 meter. Ceruk tersebut berada pada sebuah tebing bukit yang terjal, dengan ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan tanah. Pada dinding yang terjal itu tampak ada lukisan, antara lain individu manusia, penunggang kuda dan pemburu.

h.    Celuk Ida MalangiCeluk ditemukan pada tahun 1984, berada di sebelah timur Gua Metanduno jaraknya sekitar 50 meter menghadap ke arah barat daya. Ceruk Ida Malangi hanya memiliki tujuh buah lukisan yang terdiri dari individu manusia, prajurit, penunggang kuda, lukisan belum jelas bentuknya dan lukisan belum selesai.

Lukisan gua-gua yang berada di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara telah diteliti oleh E.A. Kosasih pada tahun 1977. Gaya lukisan yang ada Nampak berbeda dengan gua yang ada di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Maros. Cap jari tangan pada lukisan gua di Maros nampak tidak diketemukan pada lukisan gua di Pulau Muna. Sedangkan hal yang nampak dilukiskan pada gua-gua di sekitar Pulau Muna antara lain, manusia dalam berbagai sikap (seperti naik kuda, memegang tombak atau pedang, dan berkelahi), binatang (kuda, buaya, rusa, anjing, kadal dan sebagainya), serta matahari dan perahu yang dinaiki orang. Manusia dilukiskan dalam gua-gua di Pulau Muna dengan anggota badan atas dan bawah dibentangkan ke samping. Warna yang mendominasi dinding gua pada lukisan di Pulau Muna adalah warna coklat.

i.    Penggambaran Kehidupan
Penggambaran yang tertela dalam lukisan ini merupakan sebuah bukti adanya kehidupan manusia pada masa itu yang sudah memiliki kemampuan seni dan pemikiran tentang simbol-simbol kehidupan. Manusia prasejarah mengabadikan kehidupannya lewat sebuah lukisan gua, ini semua sebenarnya memiliki kesamaan dengan manusia sekarang yaitu sama-sama mencatat gerak-gerik kehidupannya, tetapi pada masa itu hanya terbatas pada lukisan sedangkan pada masa sekarang jauh lebih kompleks.

5.    Lukisan Gua Kalimantan
Lukisan cap tangan pada dinding Gua Tewe, Kutai Timur, Kalimantan Timur
Penelitian tentang peninggalan zaman prasejarah terus dilakukan, Balai Arkeologi Banjarmasin sudah merintis penelitian tentang peninggalan lukisan gua di Kalimantan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas kehidupan manusia pada zaman prasejarah, dan dijadikan  sebagai pengetahuan bagi manusia sekarang. Salah satu gua yang menjadi kajian adalah Gua Babi, dimana di dalamnya ditemukan sisa-sisa aktivitas hunian manusia.

a.   Gua yang memiliki lukisanPenelitian terhadap gua-gua yang ada lukisannya baru dilakukan pada tahun 1996. Gua tersebut berada di kawasan Tanjung Mangkalihat, Kecamatan Sangkulirang, kabupaten Kutai Timur (Kalimantan Timur). Dari beberapa gua yang ada di kawasan tersebut, delapan gua ternyata memiliki lukisan yang bervariasi, yaitu Gua Mardua, payau, Liang Sara, Masri, Ilas Keceng, Tewet, Tamrin, dan Ham.

b.   Pola lukisanPola lukisan gua yang dominan adalah cap tangan, yang tampaknya sama dengan cap tangan yang ada di kompleks Maros dan kompleks Pangkajene, Sulawesi Selatan. Pola berikutnya antara lain banteng dan tapir yang sudah punah ribuan tahun yang lalu, kemudian babi, rusa, tumbuh-tumbuhan, bentuk geometrik, serta manusia yang berperan sebagai pemburu dan penari. Pola bentuk dan pola lukisan menunjukan adanya kelas sosial pada masyarakat pendukungnya yang berkembang pada waktu itu, baik yang mengandung makna sosial-ekonomi maupun religis-magis.
Seni cadas yang paling menarik adalah Gua Tamrin dan Gua Ham karena begitu banyak gambar di dalamnya. Gua Tamrin terletak di dekat sungai Marang, memiliki sejumlah lukisan penari bertopeng yang menutupi seluruh bagian kepalanya. Lukisan tersebut mirip dengan tarian adat yang masih berlangsung pada beberapa suku di Papua. Sementara itu, di Gua Ham ditemukan pola cap seperti penari, tapir, rusa dan tumbuh-tumbuhan. Chazine berpendapat bahwa pola cap tangan yang di jumpai di dalam gua tersebut merupakan yang paling banyak di dunia.           

C.    Bahan pembuat Lukisan GuaRibuan tahun telah berlalu sejak lukisan gua ini dibuat, kini lukisan dinding gua telah banyak mengalami kerusakan karena proses pelapukan dan pengelupasan kulit batuan terus berlanjut.  Lukisan pada dinding gua prasejarah  umumnya mengalami kerusakan yang sama, selain terjadi pengelupasan juga terjadi retakan mikro dan makro.  Di samping itu di beberapa tempat warna lukisan memulai memudar terutama lukisan yang terletak di bagian dinding depan mulut gua.  Demikian pula proses inkrastasi (pengendapan kapur) terus berlanjut, hampir semua gua terjadi proses pengendapan kapur pada kulit batuan gua, coretan spidol dan goresan benda tajam juga banyak dijumpai (Said, dkk, 2007).
Meskipun banyak yang telah mengalami kerusakan, keberadaan lukisan prasejarah yang mampu bertahan selama puluhan ribu tahun tersebut sangat menggugah untuk dikaji. Banyak pertanyaan yang timbul mengenai lukisan tersebut, mulai dari bahan yang digunakan, metode peramuan dan aplikasinya, hingga interaksinya dengan dinding gua dan lingkungan sehingga mampu bertahan dalam kurun waktu yang sangat lama.            

Pengetahuan mengenai bahan lukisan tersebut sangat penting untuk dikaji secara mendalam sebagai bagian dari usaha konservasi. Berbagai manfaat dapat diambil apabila pertanyaan mengenai bahan yang digunakan pada lukisan tersebut dapat terungkap. Manfaat tersebut antara lain dapat diketahui interaksi bahan tersebut dengan dinding dan lingkungan, sehingga dapat digunakan untuk merumuskan metode konservasinya. Manfaat yang lain adalah dapat dijadikan acuan dalam melakukan restorasi lukisan yang hilang atau mengelupas jika diperlukan. dan yang lebih penting adalah dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk mengungkap pola kehidupan masa lalu dan kearifan budayanya.  

Sulitnya mengungkap bahan yang digunakan pada lukisan menyebabkan hingga saat ini belum ada statemen yang pasti mengenai jenis bahan lukisan maupun cara aplikasinya. Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan adalah laporan survey, serta laporan studi konservasi dan observasi yang dilakukan oleh Samidi (1985 dan 1986).

Meskipun tidak secara langsung menyebut bahan lukisan terbuat dari hematit, Samidi telah menggunakan hematit sebagai pigmen pengganti. Dengan kata lain Samidi telah menduga bahwa bahan pewarna lukisan yang digunakan adalah hematit. Pemilihan hematit sebagai bahan pewarna oleh Samidi didasarkan pada masyarakat tradisional Toraja yang menggunakan hematit untuk membuat pewarna pada hiasan rumah adat.   Beberapa peneliti terdahulu juga telah menyebutkan dugaan warna merah berasal dari hematit. Dugaan ini didasarkan  atas temuan hematit yang terdapat di Leang Burung 2 dan Pattae. Temuan hematit di Leang Burung 2 diperoleh pada penggalian yang dilakukan oleh I.C. Glover pada tahun 1973. Hematit ini ditemukan pada berbagai lapisan bersama-sama dengan temuan batu inti dan alat serut. Hematit yang ditemukan berupa pecahan seperti batu merah dan tampak adanya alur-alur yang diduga sebagai akibat dari usaha manusia untuk memanfaatkannya (Glover, 1981 dalam Restiyadi, 2007). Hematit di Leang Pattae ditemukan oleh Van Hekeren tahun 1950.

Hematit bukanlah perwarna instant yang siap dipakai, akan tetapi diperlukan sebuah proses pengolahan terlebih dahulu yaitu proses dari hematit padat ke pewarna cair. Melalui  temuan hematit dan adanya tanda-tanda pengerjaan yang ditemukan oleh Glover dan Hekeren, dapat diduga adanya persiapan-persiapan (pra produksi) sebelum produksi lukisan gua (Restiyadi, 2007). Penelitian lain yang pernah dilakukan adalah penelitian oleh Sadirin (1998). Pada penelitian tersebut dicoba usaha untuk membuat dugaan campuran yang digunakan dengan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan (sirih, gambir, dan pinang). Hasil penelitian yang menggunakan bahan-bahan alami tumbuh-tumbuhan tersebut pada awalnya cukup baik, namun tidak dapat bertahan lama. Dalam waktu beberapa bulan sudah memudar.Berdasarkan hasil observasi dilapangan diperkirakan bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sebuah lukisan adalah sebagai berikut:

1.    Bahan pewarna (pigmen) yang digunakan berasal dari mineral merah (hematit ?) yang banyak terdapat di sekitar situs.2.    Bahan pengikat yang digunakan agar dapat melekat dengan kuat pada dinding karst adalah bahan alami yang bersifat asam (sedikit asam). Bahan pengikat tersebut tidak bersifat seperti perekat tetapi menggunakan prinsip pembentukan stalaktit di atas. Yaitu bahan asam bereaksi dengan dinding karst menyebabkan permukaan karst yang berkontak dengan larutan pewarna menjadi larut sementara, kemudian mengeras kembali dan bahan warna terikat (berinteraksi secara kimia).3.    Bahan alami bersifat asam dapat berupa berbagai ekstrak tumbuhan, pada umumnya ekstrak tumbuhan memang bersifat asam. Jenis vegetasi endemik yang hampir selalu dijumpai di setiap situs yaitu buah asam dan air buah lontar. Sebagai perbandingan diuji juga larutan asam cuka, serta ekatrak gambir dan pinang.

D.    Makna warna dalam lukisan GuaPenemuan di lima tempat berlainan dekar Ramasokat, ditemukan lukisan pada dinding karang yang terdiri dari dua kelompok yang berlainan. Pertama, kelompok lukisan dengan warna merah yang sudah rusak, Kedua adalah lukisan berwarna putih dengan keadaan masih baik. Menurut pendapat Roder, lukisan ini mengindikasikan bahwa warna ini mengindikasikan tua mudanya lukisan. Roder berpendapat bahwa lukisan yang berwarna merah lebih tua dari lukisan yang berwarna putih. Lukisan-lukisan ini berupa cap tangan, gambar kadal, manusia dengan perisai, dan orang dalam keadaan sikap jongkok sambil mengangkat tangan, yang semuanya berwarna merah. Sedangkan lukisan yang berwarna putih adalah lukisan-lukisan yang berupa lukisan burung dan perahu.

E.    Nilai-nilai yang terkandungSebagaimana telah disebut pada bagian atas bahwa lukisan yang terdapat pada dinding gua-gua di Sulawesi Selatan tidak hanya cap tangan. Namun, demikian yang sangat menarik perhatian para peneliti prasejarah adalah cap tangan. Van Heekeren (1952), Soejono (1977) dan Kosasih (1983) mengatakan bahwa tujuan pembuatan lukisan itu ada kaitannya dengan kepercayaan mereka (bersifat religius). Artinya, karya seni tersebut dibuat tidak terkait langsung dengan tujuan artistik (menambah keindahan suatu objek yang dilukis), tetapi suatu usaha untuk dapat berkomunikasi dengan kekuatan supranatural. Oleh karena itu, para peneliti memperkirakan bahwa ide melukis dinding gua pada awalnya merupakan suatu permohonan kepada kekuatan tertentu agar apa yang dikehendaki dapat tercapai, sesuai dengan apa yang dilukis. Mengenai lukisan cap tangan itu sendiri, Van Heekeren (1952) mengatakan bahwa lukisan itu ada hubungannya dengan upacara kematian dan kehidupan di alam lain (kehidupan setelah mati). Lebih jauh, Van Heekeren (1952), dengan menggunakan studi etnoarchaelogy, mengaitkan antara cap tangan dan religi. Ia menyatakan bahwa cap tangan menggambarkan suatu perjalanan arwah yang telah meninggal yang sedang meraba-raba menuju ke alam arwah. Selain itu, cap tangan juga merupakan suatu tanda bela sungkawa dari orang-orang yang dekat dengan yang mati.

Umumnya lukisan yang ada di dinding gua-gua yang terdapat di Sulawesi Selatan berada pada tempat yang sulit dijangkau oleh tangan manusia (mendekati atap gua), sebagaimana yang terdapat di gua Leang-leang (Kabupaten Maros) dan gua Garunggung (Kabupaten Pangkep).

a.    ReinachBerusaha menganalisis pada sympathetic magic, yakni keyakinan akan adanya keuatan dalam berburu (hanting magic), dan keyakinan akan adanya kekuatan dalam aspek kesuburan (fertility magic). Lukisan yang dapat dilihat berdasarkan Sympathetic Magic yang ada di kepulauan Maluku adalah lukisan yang ada di Di Kampung Dudumahan, pantai utara Pulau Nuhu Rowa. Salah satu lukisannya dianggap unik adalah pola manusia berjenis kelamin wanita dengan alat kelamin mencolok. Dari sini berdasarkan Sympathetic Magic bisa dikatakan berhubungan dengan masalah kesuburan. Kesuburuan menjadi salah satu harapan manusia dalam hidupnya, manusia selalu mencari kesuburan baik dari segi alam maupun kelahiran. Kesuburan ini menjadi salah satu indikator manusia mampu bertahan hidup di dunia.

b.    BegeuenMenganalisis dari segi rites magic yaitu kekuatan gambar-gambar binatang dan manusia dalam satu ritual upacara magis. Berusaha lukisan-lukisan dari rites magic dimana manusia selalu mengadakan ritual-ritual upacara yang berhubungan dengan sebuah keyakinan kepada sang pencipta. Luksian gua yang menggambarkan tentang rites magic terdapat dalam gua Pulau Seram dan Kepulauan Kei, di gua ini banyak gambar-gambar manusia, binatang, matahari dll. Pembuatan lukisan ini menunjukan bahwa manusia pada masa itu berusaha untuk menujukan tingkat kecerdasan kemampuan mereka dalam melaksanakan kepercayaannya. Kepercayaan merupakan sebuh dasarnya suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Kepercayaan ini menjadi sebuah landasan manusia untuk menjalankan hidupnya, maka untuk itu manusia pada masa itu berusaha untuk mengabadikan hal-hal yang berhubungan dengan sebuah kepercayaan masyarakat.

Semua yang digambarkan dalam lukisan gua pada masa prasejarah merupakan sebuah bentuk refleksi dari kehidupan yang di jalani pada masanya. Kehidupan mereka selalu tergantung pada alam dan alam merupakan tempat bagi mereka untuk menggantukan hidupnya. Gua sebagai tempat mereka berteduh dan beristirahat atau sebagai tempat tinggal dijadikan sebuah sebagai salah satu tempat untuk mengekpresikan perjalanan hidup. Lukisan ini merupakan sebuah perwakilan kata-kata manusia pada masa itu yang ingin disampaikan kepada segenap masyarakatnya dan akhirnya menjadi bukti bagi manusia sekarang untuk mempelajarinya sekaligus merupakan inspirasi bagi seniman-seniman lukis untuk membuat sebuah karya lukisan dalam bentuk dan bahan yang berbeda.

F.    Nilai BudayaLukisan yang terdapat pada dinding gua-gua yang ada ini bukan sekedar lukisan, karena lukisan itu diselimuti oleh suasana sakral dan religius. Melalui lukisan seseorang dapat berkomunikasi dengan kekuatan yang lebih tinggi (supranatural). Sehingga apa yang diharapkan dapat dikabulkan. Lukisan cap tangan juga bukan hanya sekedar lukisan, tetapi merupakan simbol belangsungkawa dan perjalanan dalam “dunia lain”. Ini artinya bahwa lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding gua-gua memiliki nilai religious dan sosial-ekonomi.





IMPRESSIONISME
Imperssionisme adalah satu istilah yang longgar untuk menamakan hasil-hasil karya beberapa orang seniman di Paris pada sekitaran tahun 1872-1882. Ia bukanlah satu badan atau ‘school’ yang rasmi, tetapi merupakan manifestasi orang perseorangan yang mempunyai persamaan dari segi stail dan cara melihat yang pada dasarnya di tumpukan kepada ‘menangkap kesan- kesan cahaya’ untuk diterjemahkan di atas kanvas. Ciri-ciri seperti inilah yang membolehkan penonton menghayati karya-karya mereka sebagai satu stail.
Impressionis ingin merakam perubahan cahaya yang turut membawa kesan kepada perubahan objek. Cahaya yang sentiasa berubah menyebabkan mereka tidak boleh menggambarkan sesuatu yang tetap. Mereka Cuma boleh menampakkan satu kesan (impressi) dari cahaya yang lembut. Ini dilakukan menerusi penggunaan warna, meneliti dan mencuba serta memahami teori ‘warna adalah cahaya dan cahaya adalah warna’.
Impressionis ingin merakam impressi dan kesan tampak yang bersifat sementara. Karya-karya mereka tidak mengandungi unsur komentar sosial, kiasan, pendidikan moral ataupun drama emosi. Subjek mereka adalah warna dan cahaya. Mereka mengkaji bagaimana warna berubah mengikut masa pada satu-satu masa dan suasana, serta bagaimana cahaya mengubah permukaan dan ruang. Impressionis juga menentang ide Romantis bahawa seni meluahkan perasaan. Seni foto dan seni cetak potongan kaya Jepun (Ukiyo-e) adalah antara pengaruh- pengaruh luar yang wujdu dalam impressionisme
Contoh1. Edouart Manet ‘The Bar at the Folies-Bergere’ (1882)2. Claude Monet ‘Impression Sunrise’(1872)3. Camille Pissaro ‘Place du Theatre Francais’(1895)4. Pierre Auguste Renoir ‘La Moulin de la Gallete’ (1876)
Rujukan

1.Hunter, Sam and Jacoubus, John,M oder nAr tNew York : Harry N. Abrams, 1986
2.Muliyadi Mahamood. Keindahan Alam Dari Kacamata Impressionis. DalamUt usan
Malaysia. Kuala Lumpur : Utusan Melayu (M) Bhd., 29 Januari 1986
3.Pool, Phoebe.Impressi oni sme. London: Thames and Hudson, 1967
POST-IMPRESSIONISME
Tidak seperti Kubisme, Futurisme ataupun Surrealisme, Post-Impressionisme bukanlah sebuah kumpulan yng terancang. Ia merupakan satu istilah yang digunakan untuk menamakan sekumpulan pelukis yang aktif berkarya pada akhir abd ke-19. Mereka dipengaruhi oleh Impressionisme, tetapi kemudiannya merasakan prinsip-prinsip Impressionisme terlalu terhad. Mereka menolak Impressionisme dan membentuk prinsip-prinsip tersendiri.
Antaranya:
1.Minat terhadap kekukuhan bentuk, sebagaimana yang terdapat dalam karya-karya
Cezanne dan Seurat. Ini mempengaruhi banyak aliran dan gaya seni pada abad ke-20
seperti Kubisme, De Stijil dan Seni Abstrak.
2.Minat untuk menggunakan warna, garisan dan corak secara ekspresif dan simbolik
seperti dalam karya-karya Van Gogh dan Gauguin. Ini mempengaruhi Ekspressionisme
dan Surrealisme.
Istilah Post-Impressionisme telah diberi oleh pelukis dan pengkritik seni Inggeris Roger Fry pada 1910. Fry telah ke Perancis mengumpulkan karya-karya Cezanne, Gauguin, Van Gogh, Seurat dan Matisse untuk dipamerkan di balai Seni London. Beliau menamakan pameran tersebut Post-Impressionisme. Selain bermaksud pelukis-pelukis yang datan selepas Impressionisme, Fry dalam catalog pameran tersebut menjelaskan yang Post-Impressionis adalah “pelukis yang tidak meniru bentuk, tetapi mencipta bentuk; tidak meniru sesuatu yang hidup, tetapi mencari persamaan (seni) kepada yang hidup. Mereka membuat imej secara logik dan bernas, berupaya menarik daya imaginasi dan pengamatan kita, seperti juga benda-benda dari kehidupan yang sebenar mempengaruhi aktiviti kita”. Clive bell, seorang pengkritik seni dan rakan rapan Fry dalam catalog yang sama menyebut, “Post-Impressionis memudahkan, menolak ‘detail’, jelasnya, mereka menekankan kepda sesuatu perkara yang lebih penting kepada seni abad ke-20 ini”
Pelukis-Pelukis Post-Impressionisme
Paul Cezanne

Cezanne menegaskan bahawa kesemua bentuk terbahagi kepada tiga kategori asas geometric iaitu kun, selinder dan sepiar. Bentuk amat penting dalam karya-karyanya. Subjek-subjeknya seperti alam benda, lanskap Aix-en-Provence dan figura manusia.
Contoh karya
1.‘Self-Portrait’(1879)
2. ‘Mont. St. Victoie’(1886-88)
3. ‘Still Life With Apples and Oranges’(1895-1990)
Georges Seurat
Seurat menghasilkan karya dengan mengkaji teori-teori warna secara saintifik. Beliau menggunakan sapuan-sapuan berus yang halus seperti titik-titik warna yang ditindan-tindankan serta diatur sebelah menyebelah. Gaya ini juga dikenali sebagi Neo-Impressiosme, Divisionisme atau Pointilisme.
Contoh karya
1. ‘Bathers’ (1884-85)
2. ‘Sunday Afternoon on the Islan of La Grands Jatte’ (1884-86)
Pau Gauguin
Paul Gauguin terpengaruh dengan Seni Oriental dan Seni Primitif. Bentuk-bentuk dalam karyanya bersifat papar dengan penggunaan warna yang agak dekoratif bertujuan menyalurkan emosi.
Contoh Karya
1. ‘Vision After the Sermon’ (1888)
2. ‘The spirit of the Dead Watchng’ (1892)
Van Gogh
Seperti Gauguin, beliau ingin meluahkan emosi menerusi seni lukis. Ini dilakukan menerusi
penggunaan warna yang simbolik seta kaedah sapuan berus yang tertentu.
Contoh Karya
1. ‘Self-Portrait’ (1889)

2. ‘The Potato Eaters’ (1885)
3. ‘The Starry Night’ (1889)
Henri de Toulouse-Lautrec
Subjek-subjek karyanya seperti suasana kelab malam, teater, café, restaurant dan rumah pelacuran. Garis luaran memainkan peranan pentin dalam membentuk figuranya di samping warna yang rata. Ciri-ciri kartun dan karikatur jelas kelihatan dalam karya-karyanya.
Contoh Karya
1. ‘At the Moulin Rouge’ (1892)
Edvard Munch
Seorang pelukis berbangsa Norway, ciri-ciri ketegangan, ketakutan dan hysteria diadunnya dalam karya-karya yang berkaitan dengan seks, kematian dan kesunyian. Beliau terpengaruh dengan karya-karya Van Gogh, Gauguin dan Lautrec. Warna digunakannya untuk meluahkan perasaan dan stailnya itu kemudiannya mempengaruhi pelukis-pelukis Ekspressionis Jerman abad ke-20
Contoh Karya
1. ‘The Scream’ (1893)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985
2.Muliyadi Mahamood. Post-Impressionisa : Imej Bergambar Yang Memaparkan Inti
Kehidupan.Dalam Utusan Malaysia.Kuala Lumpur: Utusan Malayu (M) Bhd., 21 Julai
3.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.

Fauvisme
Fauvisme merupakan aliran estetik dalam catan yang pertama pada abad ke 20, yang didasarkan kepada penilaian terperinci terhadap ‘pure color’ (warna asli yang tidak bercampur). Fauvisme ditubuhkan di Paris pada 1905. Istilah Fauvisme dicipta oleh pengkritik seni, Louis Vauxcelles di pameran dalam Salon d’ automne (1905)

Di antara ciri-ciri utama karya Fauvisme ialah penggunaan warna tanpa batasan. Kepadatan warna juga dapat dihayati. ‘Pure Color’ digunakan sewenang-wenangnya untuk kesan emosi dan dekoratif, kadang-kadang seperti Cezanne menggunakannya untuk mengolh ruang. Pengaruh-pengaruh stail Van Gogh, Gauguin, Neo-Impressionisme dan Cezanne dapat dikesan dalam Fauvisme. Subjek karya-karya Fauvisme termasuklah lanskap, figura maunsia, pemandangan dalaman dan alam benda. Fauvisme mencapai kemuncaknya di Salon d’automne (1905) dan di Salon des Independants (1906). Ia seolah-olah menjadi satu aliran sementara sebelum pelukis-pelukis itu mengikuti aliran-aliran lain. Di antara pelukis-pelukis Fauvisme ialah Henry Matisee, Andre Derain, Raoul Dufy, Georges Rouault dan Maurice de Vlaminck.
Contoh
1. Henyr Matisse. ‘Joy of Life’ (1905-06)2. Andre Derain ‘London Bridge’ (1906)3. Raoul Dufy ‘Flag-decked Boat’ (1904)4. Georges Rouault ‘The Old King’ (1916-36)5. Vlaminck ‘Rat Mort’ (1906)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 19852.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.3.Tansy, R. G, and de la Croix, H. Art Through the Ages. Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers, 1986.
Ekspressionisme
Ekspressionesme berpusat di Jerman. Selain dari seni lukis, aliran ini turut mempengaruhi sastera, drama, muzik dan seni bina. Ekspressionisme mencapai kemuncak pada sekitaran tahun 1990-1920. Meskipun ia berpusat di Jerman, seniman-seniman dari beberapa negara Timur dan Eropah Tengah termasuk Russia bertumpu ke Bandar-bandar Jerman seperti Berlin, Munich, Dresden dan Cologne. Ini merupakan kelahiran bandar-bandar seni yang baru di Eropah, selepas Rom, Florence dan Paris
Pada asalnya, Ekspressionisme bukanlah satu pergerakan seni. Ia lebih mencirikan kepada fakta asas kewujudan metafizika. Ekspressionis mewakili unsur-unsur mistik, persoalan diri, penghayatan terhadap alam dan spekulasi terhadap infiniti yang seingkali diekspressikan dalam bentuk ketegangan rasa serta emosi yang kuat mahupun imaginatif.

Seperti stail aliran yang lain, Ekspressionisme menandakan satu lagi pembaharuan dalam bidang akademik seni. Impressionis mengkaji cahaya, warna dan bayang sementara Post- Impressionis mempunyai kepelbagaiannya. Cezanne memecahkan bentuk alam kepada elemen-elemen geometric kun, selinder dan sfera, Seurat mengkaji teori wran yang saintifk sementara Gauguin pula terpikat dengan Seni Oriental. Pendekatan Post-Impressionis seperti Gauguin, Van Gogh dan Edvard Much memainkan peranan besar dalam kelahiran Ekspressionisme.
Seniman-seniman Ekspressionisme memberikan satu day gerak yang kuat dan segar, bebas dari Realisme dan Impressionisme. Meskipun masih bertalian dengan dunia objektif, melalui unsur-unsur deformasi, pengayaan, kontras warna dan kesedaran emosi ‘seni primitif’ pelukis- pelukis Ekpressionis melahirkan dunia dalam mereka dalam stail, idiom dan imej yang tersendiri. Dua cabang Ekspressionisme ialah Die Brucke (The Bridge dan Der Balue Reiter (The Blue Rider).
Die Brucke (The Bridge)
Ditubuhkan di Dresden pada 1905, karya-karya mereka merakamkan emosi manusia yang keras dan hebat. Karya mereka terbentuk dengan gabungan warna yang cerah, garisan ekspresif, bentuk dipermuda serta figura yang digayakan.
Contoh’
1. Emile Nolde ‘The Last Supper’ (1909)2. Kirchner ‘Street’ (1907)3. Erich Heckel ‘Two Men at a Table’ (1912)
Der Blaue Reiter (The Blue Rider)
Ditubuhkan di Munich pada 1911. Karya-karya mereka lebih bersifat imaginatif, tidak sekeras
‘The Bridge’.
Contoh
1. Franc Marc ‘Deer in the Wood’ (1913
2. Wassily Kandinsky ‘Improvisation’ (1912)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985

2.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.
3.Tansy, R. G, and de la Croix, H. Art Through the Ages. Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers, 1986.
Kubisme
Kubisme merupakan aliran seni lukis yang lahir selepas Fauvisme dan dianggap sebagai salah satu aliran terpenting abad ke-20. Ia juga disebut sebagai satu stail kepada satu revolusi estetik dan teknik dalam seni lukis. Prinsip Kubisme berbeza dari Fauvisme dan Seni Ekspressionistik.
Kubisme dianggap sebagai ibu kepada semua sni lukis abstrak dan bermula dengan usaha
Picasso
(1881-1973) dan Braque (1882-1963) untuk menggantikan kesan visual Impressionis dengan penukaran objek kea rah bentuk dan warn yang berkonsep intelektual, walaupun pada zamannya ia dianggap ganjil dan absurd.
Karya-karya akhir Cezanne dianggap sebagai titik tolak ke arah kelahiran Kubisme di mana wujud penerokaan yang lebih mendalam terhadap kesatuan permukaan gambar dua dimensi, analisis terhadap bentuk dan perhubungannya, sehingga wujud penelitian terhadap keseluruhan struktur objek dan kedudukannya di dalam ruang secara praktikal. Merekamenyatukan berbagai-bagai sudut pandangan objek ke dalam sebuah karya. Selain dari karya-karya Cezanne, seni arca Afrika juga menjadi sumber utama Kubisme. Bentuk geometric, kombinasi bentuk lengkung dan lurus memberikan arca-arca ini struktur dan tenaga yang memikat Picasso dan Braque. Menurut mereka pengarca Afrika berkarya dengan bentuk dan rupa yang bebas daripada wujud sebagai realiti tampak.
Kubisme memecahkan konsep di antara satu dengan yang lain, misalnya :
i. Konsep cahaya dan bayang
ii. Konsep permukaan atau latar gambar dan unsure ketinggian atau sudut pandangan
yang berbagai.
iii. Pengamatan terhadap kawasan-kawasan yang terlindung bersifat sebaliknya.
Kubisme bergabung dalam satu objektf yang bersifat matematik, mekanikal kejenteraan (machienary), sehingga Leger menegaskan Kubisme sebagai seni Zaman jentera (art of the machine age). Aliran yang diasaskan oleh Picasso dan Braque, turut dianggotai oleh Gris, Leger, Villon, Metzinger, Rivera dan lain-lain. Nama Kubisme lahir dari kritikan Lousi Vauxcelles dalam ulasannya terhadap pameran Brague, dalam akhbar Gil Blas (14 November 1908), yang membicarakan tentang, cubes dan kemudiannya ‘Bizarreries Cubiques’.
Empat peringkat Kubisme adalah :

1. Proto-Kubisme (1902-08)
Picasso dan Braque terpengaruh dengan stail Cezanne, Matisse dan Seni Afrika.
Bentuk kan.semulajadi dipermudah
2. Analitik Kubisme(1908-11)
Bentuk-bentuk semulajadi dipecah-pecahkan kepada satah-satah geometrik. Sudut pandangan yang pelbagai dipersembahkan dalam sebuah catan. Warna lebih bersifat monochromatic.
3. Kolaj (1910-12)
Alam benda menjadi subjek utama. Kolaj dibentuk menerusi penampalan keratan-
keratan kertas seperti akhbar dan majalah ke atas kanvas dan panel.
4. Synthetic Kubisme (1912-30)
Objek-objek yang dikenali kembali wujud dalam catan dengan warna-warna yang cerah.
Contoh
1. Picasso ‘Ambrose Vollard’ (1910-11)‘The Accodianist’ (1911)‘Les Demoiselles d’avignon’ (1907)
2. Georges Braque ‘The Portuguese’ (1911)
‘ The Table (1928)3. Juan Gris ‘Bottle of Banyuls’ (1914)4. Fernand Leger ‘The City’ (1919)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 19852.Murray, Peter and Linda. A Dictionary of Art and Artists. Penguin Books, 1977.3.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.

4.Unit 7-Cubism . The Open University press, 1976.
Contructivisme
Constructivisme adalah pergerakan abstrak dalam seni arca yang diasaskan oleh pengarca adik-beradik Antoine Pevsner dan Naum Pevsner (Naum Gabo), pada 1917 di Russia. Constructivisme wujud daripada ‘Construct in Art’.
Pada 1920, Manifesto Constructivisme ‘Realist Manifesto’ diperkenalkan. Ia berkisar kepada perkembangan bersifat sosiologi yang bertentangan dengan pegangan Vladimir Tatlin. Tatlin menyebut bahawa seni mestilah berfungsi kepada kehendak-kehendak dan berfaedah kepada masyrakat. Sementara dari sudut estetik pula arca merupakan satu isi padu yang static dalam ruang. Pada 1920 itu, pameran Constructivist yang terbesar dengan ‘Realistic Manifesto’nya diaadakan. Ia memperjelaskan idea Archipenk dan Boccioni yang hanya menekankan kepada ruang, bukan isi padu sebagai ciri utama dalam seni arca.
Menjelang 1921, pergerakan ini mati di Rusia kerana sebab-sebab politik. Pelukis-pelukisnya beralih kepada rekabentuk perabut, dekorasi pentas, percetakan buku dan apa saja jenis catan dan arca. Pada 1922-23, Antoine dan Naum Gabo meninggalkan Russia dan memperkenalkan pengaruh-pengaruh ini di Barat.
Seniman Constructivisme memperkenalkan satu bentuk seni baru yag dapat meneroka bentuk serta nilai-nilai estetik dalam ruang. Idea mereka mempunyai pengaruh seni bina dan dekorasi. Manifestasi mereka mengandungi arca-arca abstrak yang menggunakan bahan-bahan moden dan ‘non-tradisi’ seperti aluminium, perspek, kaca lutsinar dan plastic, di samping kaedah dan teknik industry seperti kimpalan(welding). Penggunaan bahan serta kaedah ini mampu menyalurkan ideologi moden, lebih bersifat intelek daripada keseronokan semata-mata.
Contoh
1.
Naum Gabo ‘Linear Construction, Variation’ (1942-43)
2.
Antoine Pevsner ‘Construction in the Egg’ (1948)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 19852.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.3.Phaidon Encyclopedia of Art and Artist Phaidon, 1978.

Dada, Dadaisme
Dadaime adalah sebuah pergerakan seni tampak dan sastera di Eropah yang lahir sebagai satu revolusi ganas terhadap kepuasan diri. Dalam aliran ini; pengutamaan terhadap nilai-nilai artistic telah diabaikan dan ia bersifat ‘anti-art’.
Pergerakan yang agak ekstrim ini memasukkan unsur-unsur jenaka yang kasar berserta nilai- nilai perangsangan dan pengejutan dalam usaha melibat reaksi masyarakat yng berpegang kepada nilai-nilai tradisi. Dadaisme lahir dari rasa untuk membebaskan diri daripada angan- angan. Mereka sedar bebas beranggapan, menyindir serta bertindak dalam suasana kekacauan penentangan terhadap pemerintah. Pusat aktivitinya di Cabaret Voltaire, Zurich.
Aliran yang bermula di Zurich pada 1915 itu kemudiannya merebak ke New York, Cologne, Paris dan negara-negara Eropah. Mereka juga membantah Peperangan Dunia Pertama dan masyarakat yang mencetuskannya. Mereka juga melahirkan seni tak bermakna untuk menunjukkan kekosongan hidup masyarakat moden. Tristan Tzara telah memperkenalkan isitlah DADA yang bermaksud HOBBY HORSE dalam Bahasa Perancis –‘an infantile sound’, yang diperoleh melalui tekanan pen secara sebarangan ke atas muka surat kamus.
Di awla kelahirannya, Dada tidak mendukung apa-apa stail artistic atau estetik yang tertentu. Kaedah dan manifestonya lebih ke arah Futurisme, walaupun kurang dengan prinsip-prinsip mekanik. Pada 1915, Marcel Duchamp memperkenalkan prinsip-prinsip Dada melalui pamerannya di New York dengan objek-objek yang di sebut ‘ready-mades as works of Art’. Pada 1919, Manifesto Dada dibentuk di Hannover. Selepas perang, pengaruh Dada menular ke Jerman menerusi pelukis-pelukis seperti Ernst, Grosz Schwitters.
Kekecohan dan krisis sosial menjadi gelanggang terbaik untuk aktiviti Dada bergerak. Prinsip- prinsip Dada diperbaiki menjadi asas-asas dalam mendukung kelahiran Surrealisme. Dada tidak mati di situ shaja, Neo-Dada Art lahir di New York di akhir-akhir 1950 an dan 1960 an dengan karya-karya berbentuk assemblage.
Contoh
1. Jean Arp ‘Mountain Table Anchors Navel’ (1925)2. Max Ernst ‘The Elephant of the Gelebes’ (1921).3. Marcel Duchamp ‘Bottle Rack’ (1914), ‘L.H.O.O.Q’ (1919)
Rujukan

1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 19852.Murray, Linda and Peter, A Dictionary of art and Artist, Penguin Books. 19773.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.
Surrealisme
Surrealisme adalah satu pergerakan pelukis dan penyair yang lahir berdasarkan nilai-nilai Dadaisme, yang mencapai kemutlakan atau kenyataan yang lebih (super-reality) dengan menggunakan unsur-unsur pengalaman alam mimpi dan bawah sedar dalam berkarya. Sebagaimana Andre Breton, pengasas Surrealisme ada menyebut,
“Untuk menghidangkan pengalaman-pengalaman alam mimpi dan realiti ke arah
kebenarandan kenyataan yang lebih (super-reality)”
(Osborne, Harold. 1979:115)
Pada peringkat awalnya, Surrealisme lebih menitikberatkan aktiviti-aktiviti penyair sahaja. Namun, di antara 1924 hingga 1928, beberapa orang pelukis menunjukkan keupayaan menyalurkan serta menjelmakan prinsip-prinsip Surrealisme melalui seni lukis. Ia berkembang pesat sebagai pergerakan estetik yang controversial di antara Perang Dunia Pertama dan Kedua. Kini, Surrealisme lebih dikenali menerusi karya-karya pelukis, bukan penyair.
Surrealisme terbentuk pada 1924. Andre Breton, seorang penyair Perancis telah menerbitkan MANIFESTE DU SURREALISME; Manifesto Pertama yang memperjelaskan skop pergerakan itu. Breton menganggap Surrealis sebagai ‘Pure Psyhic Automatism’, iaitu satu ekspressi secara pertuturan, tulisan dan cara-cara lain, sebagai proses berfikir yang sebenar.
Seperti Dadaist, pemimpin Surrealisme berjuang dengan konsep ‘artistic Freethinking’ (pemikiran bebas yang artistik, bebas dari ikatan moral dan agama). Surrealisme berkembang dengan dua cara:
1. Fantasi sebenar
2. Satu perakaman terhadap alam bawah sedar.
Andre Breton menyebut,

“ Surrealisme menekankan soal psikik atau yang berkaitan .
dengan kerohanianyang disampaikan samaada dengan pertuturan, penulisan atau apa juga caradan aktiviti, sebagai satu pemikiran yang bebas dari sebarang kawalanestetik atau moral. Surrealisme meletakkan kepercayaan dalam bentuk-bentukkenyataan reality yang tinggi dalam nilai alam bawah sedar yang hebat sertaminat seimbang dalam pemikiran “. (Ibid, 115).
Karya-karya surrealis merupakan pendekatan baru terhadap karya-karya yang punya aspek- aspek fantastic dan grotes (ganjil, pelik, absurd), seperti karya-karya Bosch, Gayo dan Piranesi. Di antara pelukis-pelukis awal surrealism ialah Redon, Chirico dan Chagali. Ciri-ciri estetik Surrealis dibentuk oleh penyair-penyair Perancis seperti Andre Breton, Paul Eluard dan Paul Recerdy.
Teori Freud tentang nilai-nilai bawah sedar dikaji sebagai satu cara pengawalan atau alasan dalam berkarya. Mengikut Freud, terdapat satu aspek dalam manusia yang bertugas secara non-rasional yang disebut bawah-sedar (subconciou) dan kepentingannya sama dengan keadaan rasional. Lantas Surrealis membina unsure estetika berdasarkan aspek ini. Secara sedar, mereka menghasilkan unsure bawah sedar, iaitu menguasai aspek rasional dan dapat memberikan peranan bebas kepada unsur bawah sedar.
Contoh
1. Max Ernst ‘Two Children Are Threatened by a Nightingale’ (1924).2. Joan Miro ‘Harlequin’s Carnival’ (1925).3. Salvador Dali ‘The Persistence of Memory’ (1931)4. Rene Magritte ‘The Human Condition’ (1934).5. Alberto Giacometti ‘The Invisible object’ (1934).
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985

2.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.
Abstrak-Ekspressionisme
Aliran ini bermula di Amerika Syarikat dalam tahun 1940an dan ia dianggap sebagai stail catan Peperangan Dunia Kedua menyebabkan ramai pelukis-pelukis Eropah berhijrah ke Amerika dan ini menyebabkan pusat seni Barat bertukar ke Amerika Syarikat.
Abstrak Ekspressionisme merupakan aliran seni abstrak non-geometrik yang bermula di New York selepasa Peperangan Dunia Kedua. Ia kemudianny menjadi ekspresi internasional. Karya- karya Abstrak Ekspressionisme dianggap sebgai catan non-figuratif, anti-formal, pengucapan tanpa perancangan, dinamik, bertenaga dan berteknik bebas. Ia lebih bersifat meransang penglihatan daripada memperkenalkan imej-imej biasa yang menarik. Abstrak Ekspressionme juga disebut ‘New York School’ atau ‘Action Painting’
Akar-umbi Abstrak Ekspressionisme dapat dirujuk kepada karya-karya Kandinsky (1910-1914) dan berkembang menerusi karya-karya pelukis Amerika seperti Arshile Gorky (1904-1948), Jackson Pollock, Hans Hofmann, Willem de Kooning dan Gottlieb (Kumpulan pelukis-pelukis di New York). Karya-karya mereka dianggap bersifat baru. Aliran ini juga dihubungkan dengan Tachisme di Eropah (akhir 1950an dan 60an). Penyokong kuat Abstrak Ekspressionisme ialah pengkritik seni Clement Greenberg yang menyebut bahwa masa depan seni Barat bergantung kepada aliran ini (1948).
Pada akhri 1950an, Abstrak Ekspressionisme menjadi agak longgar dengan kelahiran aliran- aliran seni yang baru seperti Abstract Impressionisme, Neo-Dada dan pengembalian kepada Imej bergambar pada awal dekad enam puluhan.
Kaeda h berkarya Abstrak Ekspressionisme bertentangan dengan cara-cara karya tradisi. Ia melihatkan nilai-nilai agresif, kespontanan serta kebebasan ekspresi. Ia telah bersifat keindividuan, bagaikan aktiviti untuk meluah dan menyelesaikan dilemma dalam diri terhadap perkembangan semasa yang kompleks, yang berkaitan dengan kebudayaan dan peradaban. Mereka memberi tumpuan kepada aktiviti-aktiviti fizikal, iaitu keseluruhan aspek ke atas catan, serta penglibatan terhadap pergerakan tangan (gestural) dan pemikiran dan sapuan-sapuan berus kasar, spontan dank eras. Selain berus, mereka juga menggunakan kayu, sabut dan lain- lain. Walaupun dianggap bersifat eksperimentasi, dan kurang perhubungan dengan stail tertentu, ia dianggap membawa unsur estetik dan cara pengamatan yang baru. Pollock misalnya, berkarya tanpa lakaran awal, mengembangkan karya dengan “Improvisatory Acts”; menaburkan cat-cat enamel di ats kanvas.
Contoh
1. Jackson Pollock ‘Lucifer’ (1947)2. Arshile Gorky “Golden Brown Painting” (1947)3. Willem de Kooning ‘Women I’ (1950-52)4. Hns Hofmann ‘The Gate’ (1960)

5. Franz Kline “Mahoning’ (1956)6. Clyford Still ‘Painting’ (1951)7. Mark Rothko ‘Earth and Green’ (1955)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985
2.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.
Pop Art
Pop Art berkisar kepada hasil kebudayaan popular yang bersifat komersil dan materialistic. Kalau sebelumnya terdapat tanggapan yang membezakan ‘seni gunaan’, ‘seni dagangan’ dengan ‘seni tulen’ yang dipamerkan di galeri, Pop Art memihak kepada seni yang dianggap rendah. Lantas lahirlah karya seni berdasarkan imajan-imajan biasa seperti komik, kartun dan iklan. Jelasnya, subjek Pop Art bukan berdasarkan imajan-imajan biasa seperti komik, kartun dan iklan. Jelasnya, subjek Pop Art berdasarkan idea klasik atau agama, sejarah atau keindahan alam, tetapi sesuatu yang biasa dalam kehidupan masyarakat sekarang. Misalnya imajan-imajan tin sup, botol, keratan komik yang diperbesarkan, barang makanan, pakaian potret bintang filem. Aliran yang bermula di England pada pertengahan 1950an itu menular ke Amerika Syarikat dan berkembang pesat dalam dekad enam puluhan.
Pop Art merangkumi kepentingan sekeliling serta keadaan semulajadi karya seni yang telah dihasilkan. Ia mencerminkan keadaan sekeliling pengguna dan kawasanny. Jurucakap pergerakan, David Sylvester memetik huraian Roy Lichtenstein bahawa Pop Art adalah unsur- unsur dalam budaya, sesuatu yang kita benci, tetapi mempunyai pengaruh yang kuat ke atas kita (Osborne, Harold. 1979;894).
Istilah Pop Art telah dicipta oleh pengkritik Inggeris Lawrence Alloway untuk satu pergerakan atau kumpulan yang menggelar diri mereka independenc Group (1954-1955 (English Pop Art). Di Amerika Syarikat, Pop Art lahir di New York sekitar 1959 dan berkembang ke seluruh Amerika dan Eropah, Robert Rauschenberg dan Jasper Johns dianggap sebagai pelukis PopArt pertama di Amerika. Di Amerika juga, Pop Art dianggap sebagai reaksi kepada Abstrak Ekspressionisme bila ia menggunakan imej bergambar serta teknik-teknik ‘hard-edged’ dan fotografi. Ini disebut sebagi kembali kepada imej bergambar.

Pop Art juga dianggap sebagai Neo-Dadaists bila menggunakan subjek-subjek biasa seperti komik, tin sup, penanda lebuhraya yang mana punya persamaan dengan karya-karya Marcel Duchmp (Ready-mades as works or art 1915-1920-keadaan semulajadi karya seni yang telah dihasilkan).
Diantara pelukis-pelukis Pop Art Amerika ialah Jasper Johns, Robert Rauschenberg, Andy Warhol Roy Lichtenstein dan Tom Wesselmann. Sementara pelukis Pop Art British seperti Richard Hamilton, David Hockney, Peter Blakd dan Allen Jones.
Pelbagai kaedah berkarya telah diambil oleh para pelukis Pop Art. Jasper Johns menghasilkan catan dengan imej bendera, arca daripada tin-tin bird an mentol lampu. Robert Rauschenberg mengunakan kolaj serta gabungan dengan botol-botol coke, gambar-gambar dari akhbar dan majalah. Pelukis Pop juga memasukkan teknik-teknik konvensional yang lebih diminati dari teknik-teknik catan Jasper John dan Rauschenberg. Misalnya Andy Warhol menggunakan sutera saring terhadap imej-imej tin sup, kerusi elektrik, potret Marilyn Monroe serta bunga- bunga.
Roy Lichtenstein menggunakan petikan-petikan dari komik, sementara Tom Wesselmann terkenal dengan karya-karya alam benda serta ‘Great American Nudes’. James Rosenquist, Robert Indiana, Jim Dine dan Larry Rivers menyatukan subjek biasa dengan teknik-teknik catan.
Pengarca Pop Art seperti Claes Oldenburg menggunakan subjek seperti kun ais krim dan
Hamburger. Georges Segal juga tergolong sebagai pengarca Pop Art.
Contoh
1. Jasper Johns ‘Target With Four Faces’ (1955)2. Larry River ‘Europe II’ (1956)3. Andy Warhol ‘Marilyn Monroe’ (1962)4. Roy Lichtenstein ‘Balm’ (1962)5. Robert Rausehenberg ‘Trapeze’ (1964)6. James Rosenquest ‘FO111’ (1965)7. Claes Oldenburg ‘Model (Ghost) Typewriter’ (1963)
Rujukan
1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985
2.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979.

Op Art
Op Art adalah stail seni abstrak abad ke-20 yang cuba menggambarkan pergerakan ilusi dengan menggunakan kesan-kesan penglihatan. Op Art ialah singkatan Optical Art. Pengetahuan dalam bidang sains, falsafah psikologi memainkan peranan penting dalam membentuk aliran ini.
Op Art yang lahir dan berkembang di Amerika sekitaran 1960an itu juga dianggap sebagai reaksi kepada ‘action painting’. Pameran yang mempopularkan aliran ini ialah ‘The Responsive Eye’, anjuran William G. Seitz di Muzium of Modern Art, New York (1965). Pelukis terkenal Op Art ialah Victor Vasrely.
Pada prinsipnya, pelukis-pelukis Op berpegang kepada ciri-ciri sains serta merujuk kepada kerja-kerja para saintis dalam bidang psikologi persepsi. Mereka turut merujuk para psikologis dan pensejarah seni seperti Rudolf Arnheim dengan bukunya ‘Art’ and Visual Perception : A Psychology of the Creative Eye’ (1954). Pengkajian terhadap sifat subjek yang mempunyai pertalian dengan kimia warna, matematik, penglihatan dan tenaga (Optic dan Kinetic), tenunan dan catan-catan ‘Hard-edged’.
Op Art juga mementingkan interaksi ilusi, satah-satah gambar, kefahaman dan penglihatan yang melibatkan pergerakan mata ke atas permukaan gambar. Penglihatan ini terlibat dengan corak-corak bentuk kecil atau garisan yang banyak.
Misalnya corak-corak Vasarely dan Bridget Riley sebenarnya static, tapi kelihatan bergerak. Ia memberi kesan penglihatan yang mendorong penonton melihat ilusi tampak. Lapisan perspek berwarna cerah oleh Eric Olsen dan Francisco Sobrino membentuk ilusi dalam ruang dan kedalaman. Karya-karya Gunther Uecker dan Sue Fuller dengan komposisi-komposisi tali mempunyai persamaan dengan arca Constructivist Gabo yang membentuk kesan optical dengan cahaya dan bayang di antara permukaan-permukaan yang kompleks.
Op Art Berjaya di seni teknik. Kesan-kesan tersebut bergantung kepada kontras di antara rupa-
rupa yang mudah serta kesan pengamatan ganjil yang mereka bentuk.
Contoh
1. Bridget Riley ‘Canto II’ (1967)2. Yaacov Agam ‘Double Metamorphosis II’(1964)3. Victor Vasarely ‘Orion Mc’ (1963)
Rujukan

1.Hunter, Sam and Jacobus, John. Modern Art.New York : Harry N. Abrams, 1985
2.Osborne, Harold. The Oxford Companion to Art. Oxford at claderon Press, 1979

























Sejarah Awal Seni Visual (I)

Terdapat kepercayaan bahawa pengembara- pengembara Eropah dan Inggeris telah meminta pelukis-pelukis negeri-negeri Selat yang berketurunan Cina atau Melayu untuk melukis gambaran kehidupan tempatan yang bermotifkan flora dan fauna. Ini disebabkan oleh minat mereka atau sebagai rekod sejarah. Lukisan-lukisan dan catan-catan tersebut banyak ditempah oleh pegawai-pegawai Syarikat Hindia Timur yang ditempatkan di Malaya.

Pihak Inggeris telah memperkenalkan genre lukisan/ catan lanskap dalam aliran Realisme, zaman Pre-Raphelites, Turner dan Constable. Ini telah berterusan sehingga abad ke 19 apabile Seni Eropah terutamanya Seni Perancis mula memberi kesannya kepada seluruh rantau dengan pergerakan-pergerakan seni seperti aliran Impresionisme, Kubisme, Surealisme, Futurisme dan Konstruktivisme.

Sumbangan golongan Cina kepada perkembangan seni Malaysia dan Singapura berpunca daripada pendatang dan pelawat Cina seperti Xu Beihong yang telah bermastautin di Pulau Pinang untuk beberapa tahun. Mereka juga telah berkunjung ke Singapura untuk sesuatu jangka masa. Mereka telah menerima pendidikan dalam lukisan berus Cina dan kaligrafi di China.

Pada mulanya penghijrah-penghijrah awal dari China adalah untuk mencari sara hidup. Seni halus tidak pernah difikirkan . Hanya selepas mereka bertapak kukuh dan berjaya dalam kehidupan, barulah terdapat beberapa penghijrahan berdasarkan kretiviti artistik mereka. Terdapat yang terlibat dalam pendidikan Seni dan ada pula yang menjadi pelukis amatur. Antara yang berjaya dalam bidang seni ialah Lee Kah Yeow, Wang Yau, Reverend Chuk Mor, Reverend Pak Yuen, Chai Horng, Chung Hong Kong dan Zhen Wei Sin. Kesimpulannya pada awal tahu 1920an terdapat pelukis yang mempamerkan hasil karyanya. Pameran seni lukis yang terawal di singapura ialah pameran Lian Xiao Oh pada tahun 1924. Disusuli pula dengan pameran pastel He Qui Qo pada tahun 1926.

Aktiviti-aktiviti seni yang awal di Pulau Pinang bermula apabila pengasasan Pulau Pinang pada tahun 1786 oleh Sir Francis Light di bawah Syarikat Hindia timur. Pelukis-pelukis Inggeris yang tinggal di Pulau Pinang gemar melukis pemandangan laut dan keindahan alam semulajadi pulau itu. Kemungkinan terdapat pelukis tempatan yang membekalkan lukisan-lukisan kepada para penaung Syarikat Peniagaan Eropah.

Perkembangan seni lukis moden boleh dikesan sehingga tanuh 1920an semasa kumpulan penang Impressionist ditubuhkan. Kumpulan ini terdiri daripada ekspatriat Eropah yang kebanyakannya merupakan surirumah bangsa Inggeris. Disebabkan sikap-sikap kolonialistik pada masa itu, pelukis-pelukis tempatan Pulau Pinang tidak dibenarkan menyertai Penang Impressionist. Dua orang pelukis tempatan yang diterima menganggotainya ialah Puan Lim Cheng Kung dan Abullah Ariff. Abdullah Arif diterima dalam kumpulan itu kerana perkhidmatan beliau sebagai pendidik seni diperlukan, manakala Puan Lim pula isteri seorang jutawan yang dapat memberi sokongan kewangan.

Tahun 1920an merupakan peringkat yang penting dalam sejarah seni lukis Pulau Pinang. Yong Mun Seng telah datang ke Pulau Pinang dari Singapura dan mendirikan studio seninya. Pelukis pertama yang mengadakan pameran seni lukis di Malaysia adalah Ooi Hwa yang telah mempamerkan karya-karyanya di Pulau Pinang pada tahun 1927. Ooi Hwa dan Lee Cheng Yong mungkin merupakan pelukis pertama yang pergi ke luar negeri untuk mempelajari seni di Akademi Seni Halus Shanghai. SITC (Sultan Idris Training College) ditubuhkan pada tahun 1922. Mata pelajaran Pendidikan Seni diajar di samping subjek-subjek lain. Komponen subjek Pendidikan Seni diajar bersama-sama dengan pertukangan tangan seperti membuat bakul dan lain-lain seni pertukangan rakyat ketika itu.

Sukatan Pelajaran yang digunakan adalah pelajaran menggunakan mengkuang untuk membuat bakul bagi tahun pertama. Mereka dikehendaki mencipta corak-corak baru dengan menggunakan rotan dan buluh. Kerja-kerja tahun pertama disambung pada tahun ke dua dan penggunaan rotan dan buluh adalah lebih meluas lagi pada tahun ke tiga. Buku teks yang digunakan ialah ’Kitab Rajah-rajah Anyaman’ oleh guru anyaman Mr. W. Olaguera.

Penuntut-penuntut diberi pilihan untuk pertukangan kayu bagi melatih membuat perabot-perabot seperti meja kecil, almari buku, tongkat dan sebagainya. Dalam tempoh tiga tahun terdapat enam kelas pertukangan kayu. Pilihan seterusnya adalah menjilid buku di mana hanya sebahagian kecil penuntut tahun tiga sahaja yang mengikutinya. Menganyam jaring bagi permainan bola sepak, hoki dan bola tampar. Pertukangan tanah liat di mana hanya sebilangan penuntut sahaja dipilih untuk belajar membuat tempat bunga, periuk dan lain-lain daripada tanah liat.

Pada tahun 1935, sekumpulan pelukis di Singapura merupakan penuntut Sekolah Seni Halus Shanghai, Sekolah Seni Shanghai dan Universiti. Mereka telah menubuhkan Salon Art Studies Society yang kemudiannya ditukar kepada Persatuan Pelukis-pelukis Cina.

Persatuan ini menumpukan perhatian kepada perlaksaan pameran karya-karya pelukis asing, terutamanya karya pelukis-pelukis HongKong dan Cina. Pelukis tempatan turut diberi peluang untuk meluaskan pengalaman. Pameran tahunan mereka telah menjadi tradisi berterusan tanpa sebarang sekatan melainkan pada tahun-tahun peperangan 1942 hingga 1945. Ramai ahlinya merupakan staf Akademi Seni Halus Nanyang.

Akademi Seni Halus Nanyang diasaskan pada tahun 1938 oleh pengetuanya, Lim Hak Tai. Lim Hak Tai, seorang pelukis ternama dan berwawasan memperkembangkan kesenian dengan menubuhkan institusi yang pertama dan paling lama di Singapura. Di antara pelukis-pelukis terkenal yang menjadi tenaga pengajar ialah Cheong Soo pieng, Georgette Chen Li Ying, Chen Wen His dan Chen Chong Swee. Para pelukis ini telah datang ke Singapura selepas Perang Dunia ke Dua. Mereka dilatih di akademi-akademi Seni di Shanghai, kanton dan Amoy. Mereka juga didedahkan kepada pengaruh modenis aliran-aliran di Paris.

Pelukis-pelukis Nanyang memainkan peranan yang besar dalam perkembangan tradisi seni moden di Malaysia dan Singapura melalui aktiviti-aktiviti mereka. Mereka terkenal kerana menggabungkan konsep Barat dan Timur dalam hasil karya mereka, yang kemudiannya dikenali sebagai Nanyang. Apabila Cheng Yong kembali pada tahun 1932, beliau mengadakan pameran solo di Philomatic Union, Acheen Street. Pameran ini telah memberi kesedaran kepada pelukis-pelukis tempatan yang telah melukis bersendirian dan tidak sedar akan kewujudan pelukis-pelukis lain.

Pada tahun 1936, pelukis-pelukis Cina telah berkumpul di bawah pengaruh Yong Mun Sen, dan menubuhkan Kelab Seni Lukis Cina Pulau Pinang. Di antara pengasas kelab ini termasuklah Lee Cheng Yong sebagai Presiden, Yong Mun Seng sebagai Timbalan Presiden, Quan Kuan Sin sebagai setiausaha, Tay Hooi keat sebagai bendahari dan Kuo Ju Ping, Tan Seng Aun, Tan Gek Khean serta Wan Fee sebagai ahli jawatan kuasa. Mereka telah mengadakan Pameran seni dan Fotografi yang pertama. Kebanyakan karya yang dipamerkan adalah mengikut aliran Realisme Barat dan Post Impressionism di samping beberapa lukisan berus Cina tradisional. Pelukis-pelukis di seluruh Malaysia dan singapura telah diundang untuk menjayakan pameran ini. Pada tahun 1937, kumpulan Penang Impressionist yang mengadakan pameran tahunan secara tetap, telah menjemput ahli-ahli Kelab Seni Lukis Cina pulau Pinang. Jemputan ini amat menggalakkan pelukis-pelukis tempatan memberi sumbangan yang positif. Pameran ini merupakan pameran terakhir Penang Impressionist sebelum dibubarkan sebelum bermulanya Perang dunia Kedua. Kebanyakan ahlinya yang aktif telah pulang ke Eropah atau pun telah dipindahkan.

Kelab Seni Lukis Cina Pulau Pinang telah mengadakan dua atau tiga lagi pameran di bawah pimpinan Lim Cheng Ean (ayah P.G. Lim dan Lim Kean Siew, pengumpul karya seni) dan seterusnya dipimpin oleh Ong Keng Seng. Ketika peperangan, aktiviti-aktiviti pertubuhan terpaksa diberhentikan untuk sementara waktu kerana kawalan keselamatan yang dikenakan di kawasan desa dan pantai. Akhirnya, pertubuhan ini dibubarkan sebelum kemaraan jepun pada tahun 1941. Pada tahun 1949, persatuan seni Singapura telah ditubuhkan oleh beberapa ekspatriat seperti Dr. Gibson-Hill yang mengetuai Raffles Museum and Library, Richard Walker yang merupakan pengetua Seni Sekolah-sekolah Singapura, Francis Thomas iaitu guru Sekolah St Andrews, Suri Mohgani iaitu pelukis tempatan dan Liu Kang yang juga Presiden persatuan tersebut. Walau pun Liu Kang bukan seorang guru seni beliau disanjung tinggi sebagai pelukis yang cekap dan penglibatan aktifnya dalam Persatuan Pelukis Cina dan Persatuan Seni Singapura.
Pelukis Malaysia pertama yang mengadakan pameran solo di seberang laut ialah Chuah Thean Teng yang diadakan di London pada tahun 1959. dan dipersembahkan oleh Majlis Kesenian Persekutuan. Catan batik eksotik yang dihasilkan sejak beliau membuka Yahong Gallery pada tahun 1955 telah meninggikan taraf batik daripada hasil pertukangan tangan kepada bentuk seni halus. Kejaan Chuan telah membawa seni Malaysia kepada seni antarabangsa. Seterusnya pelukis-pelukis batik yang lain seperti Khalil Ibrahim, Tay Mo Leong dan Toya turut menerima pengiktirafan antarabangsa.

Tahun 1960an Seni lukis aliran utama 1960an adalah dengan nilai-nilai mistikal dan semesta telah menarik perhatian audien untuk menghayatinya kerana mempunyai kelainan. Dengan adanya tradisi seni khat telah membentuk satu pengucapan gambaran yang tersendiri. Lahir pandangan yang kritikal terhadap seni lukis. Pelbagai aktiviti dijalankan melalui saluran media massa. Antaranya ialah perbincangan, ceramah, syarahan, laporan, pameran dan sebagainya. Acara-acara seni lukis menjadi acara gemilang yang dihadiri oleh pelukis-pelukis, pencinta seni, ahli politik dan diplomat.

Special Teachers Training Institute (STTI) ditubuhkan pada tahun 1960 yang kemudiannya ditukar kepada Maktab Perguruan Ilmu Khas (MPIK). Guru-guru yang berminat di bidang seni diberi peluang melanjutkan pelajaran melalui kursus sepenuh masa selama satu tahun. Mereka yang menunjukkan bakat besar dihantar untuk melanjutkan pengajian ke luar negara. Golongan pelukis-pelukis dan pendidik seni telah menjadi tenaga utama seni lukis pada lewat tahun 1960an. Kakitangan akademik Jabatan Seni di Maktab Perguruan Ilmu Khas seperti Syed Ahmad Jamal, Anthony Lau, Lee Joo For, Cheong Laitong, Jolly Koh dan lain-lain lagi memainkan peranan yang penting dalam seni lukis avant-garde di negara ini. Institusi Senilukis yang pertama ditubuhkan ialah Malayan Institut of Art pada tahun 1966. Institusi persendirian ini menawarkan kursus-kursus diploma selama tiga tahun dalam bidang Fine Art, Commercial Art dan Interior Design di samping kursus-kursus sambilan.

Penubuhan Institut Teknologi Mara pada tahun 1967 telah melahirkan sekumpulan tenaga baru pendidik seni dan usahawan-usahawan Melayu dalam bidang seni tertentu. Ia menawarkan kursus diploma selama empat tahun dalam bidang Fine Arts (Painting and Sculpture), Graphics, Photography, Fine Metal, Pottery and Ceramics, Textiles, Fashion dan Industrial Design.

Kuala Lumpur College of Art telah ditubuhkan dalam tahun 1968 dengan menawarkan kursus diploma selama tiga tahun dalam bidang Painting, Sculpture, Ceramics, Chinese Brush Painting, Photography dan Commercial Art. Tahun 1970an

Awal tahun 1970an pensyarah-pensyarah Intitut Teknologi Mara telah mengambil alih tempat avant-garde. Mereka terdiri dari kumpulan ’New Scene’ seperti Redza Piyadasa, Sulaiman Haji Esa, Chong Kam Kow, Tan Teong Eng, Joseph Tan dan lain-lain lagi. Kumpulan ini telah mendebarkan keadaan seni lukis tempatan dengan ungkapan-ungkapan yang mencabar. Pendekatan gaya catan mereka yang berasaskan optik dan maklumat telah mengejutkan pelukis-pelukis tempatan dan masyarakat umum.



PERANAN KRITIKAN SENI TERHADAP PERKEMBANGAN SENI TAMPAK DI MALAYSIA
Seni tampak atau seni visual telah lama berkembang di Malaysia. Adalah dipercayai lebih dari 200 tahun dulu. Namun kewujudan seni ini hanya menjadi satu kepentingan pada negara mulai tahun 1930-an saja. Melihat kepada kepentingan seni ini, tidak ada satu kajian khusus dilakukan terhadap kepentingan kritikan seni. Sudah sampai masanya bidang kritikan seni perlu dikaji dengan lebih mendalam lagi. Tujuan utama kajian ini di peringkat awal ialah untuk meninjau sejauhmanakah perkembangan kritikan seni telah berlaku dalam duniaseni tampak di Malaysia khususnya seni catan. Apakah kritikan seni dapat menyumbang ke arah kemajuan atau di sebaliknya dalam arus perkembanganseni catan. Bagaimana penerimaan artis terhadap peranan kritikan seni ini. Hasil kajian ini juga akan menjadi faktor menentukan sejauhmanakah kritikan senidapat memainkan peranan penting dalam perkembangan seni catan di Malaysia.

Kepentingan kritikan seni di Malaysia khususnya seni tampak masih dianggap baru. Malah kemungkinan ada sesetengah artis atau masyarakat menganggap kehadirannya tidak begitu penting. Sejak kini, tidak ramai penulis dan pengkritikseni yang serius membicarakan dunia kritikan khususnya dalam seni catan. Kemungkinan mereka tidak yakin untuk menentukan arah dan tujuan sebenar peranan kritikan dalam pembangunan seni di Malaysia. Permasalahan ini mungkin timbul ialah keberkesanan tanggapan artis baru terhadap peranan kritikan seniitu sendiri. Tidak ada kursus yang ditawarkan di IPTA atau IPTS yang berkaitan dengan kritikan secara serius. Serta sejauhmana peranan bidang ini dalam perkembangan seni tampak Malaysia khususnya seni catan. Permasalahan ini timbul ialah keberkesanan tanggapan artis baru terhadap peranan kritikan seniitu sendiri. Serta sejauhmana peranan bidang ini dalam perkembangan senitampak Malaysia, khususnya seni catan moden pada era 90-an.


Seni tampak atau seni visual telah lama wujud di Malaysia. Seni itu bergerak sealiran dengan semua bidang kehidupan manusia. Sebenarnya kepentingan senisama pentingnya dengan ketamadunan manusia. Seni merujuk kepada sesuatu yang indah. Menurut Graham Collier (1992), Seni boleh ditakrifkan sebagai suatu hasil karya yang dicipta dengan menggunakan bakat atau kecekapan dalam penghasilan karya seni seperti sajak, lukisan, ukiran, muzik dan lain-lain bidangseni. Penghasilan karya-karya seni dapat membantu perkembangan sesuatu tamadun dalam meningkatkan tahap kebudayaan dan kesenian sesuatu masyarakat itu. Oleh itu, bidang seni semakin berkembang dari zaman dahulu hingga sekarang. Manakala seni catan pula merujuk kepada penghasilan karyaseni berbentuk dua dimensi. Ia dilukis di atas permukaan kanvas. Menggunakan media cat air atau akrilik. Pemilihan tema atau subject matter pula dipelbagaikan.Menurut kajian awal, kritikan seni pernah ditulis oleh Syed Sheikh Al-Hadi (1867 – 1934) seorang ulamak terkenal Malaya yang banyak mengupas isu-isu seni dan kesusasteraan serta agama dalam majalah Al-Ikhwan. Antara kritikan beliau ialah berkaitan dengan peranan lukisan dan gambar. Ia diterbitkan dalam majalah berkenaan pada 16 April 1929.

Antara yang dipaparkan ialah:Perkara gambar-gambar ini telah menjadi suatu daripada perkara yang sangat-sangat berguna bagi kemajuan manusia sama ada gambar-gambar yang beribu-ribu tahun dahulu atau pun gambar-gambar yang baharu-baharu diperbuat orang pada masa ini.

Al-Ikhwan,16 April 1929, no.238, tulisan jawi)Selain dari itu beliau juga telah menegur kalangan ibu bapa yang menimbulkan isu mata pelajaran lukisan di sekolah-sekolah Melayu pada zaman itu.Di dalam pada ini pun ajaib kita mendengarnya banyak sangat sugutannya orang-orang konon mengajar anak-anak Melayu di dalam sekolah-sekolah melukis gambar itu ditegah oleh agama Islam.

Al-Ikhwan,16 April 1929, no.238, tulisan jawi)Sultan Idris Training College (SITC) yang ditubuhkan pada tahun 1922 telah menjadi penggerak utama dalam bidang Pendidikan Seni. Guru-guru lepasan SITC menggunakan Kitab Pedoman Guru Penggal Pertama terbitan tahun 1928 dan Kitab Pedoman Guru Penggal Kedua yang diterbitkan pada tahun 1929 sebagai panduan mata pelajaran termasuk lukisan. O.T. Dussek dan Mohd. Hashim bin Haji Taib yang bertanggungjawab mengumpul dan menulis serta diterbitkan oleh Pejabat Karang Mengarang SITC.

Isi kandungan kitab Pedoman Guru Penggal Pertama yang diterbitkan pada tahun 1928, merangkumi isi-isi pelajaran mengenai Kaedah Mengajar Lukisan. Di dalam kitab itu dinyatakan bagaimana cara-cara memegang pensil, pemilihan kertas, penggunaan pemadam dan pembaris. Selain itu diterangkan juga kaedah melukis bulatan, empat segi, tiga segi, teknik melukis binatang dan bunga-bungaan. Dalam Kitab Pedoman Guru Penggal Kedua yang diterbitkan pada tahun 1929, mengandungi kaedah mengajar tulisan kaligrafi rumi dan tulisan jawi.Menurut Ahmad Suhaimi Mohd Noor (2002), kedua-dua kitab ini adalah buku terawal mengenai kaedah pengajaran lukisan yang disediakan oleh orang Melayu yang diterbitkan di Persekutuan Tanah Melayu. Mohd. Said bin Haji Hussein bukan sahaja penulis kaedah mengajar lukisan, tetapi juga penterjemah buku, pensyarah seni, pelukis serta pembentang kertas kerja. Melihat kepada peranan dan sumbangannya yang amat besar terhadap bidang ini, amatlah wajar beliau diberi satu penghargaan sebagai tokoh Pendidik Seni dan pelukis Malaya yang terawal. Hasil usahanya ini telah melahirkan begitu ramai guru yang boleh mengajar mata pelajaran lukisan di sekolah-sekolah di Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Sabah, Sarawak dan Brunei Darul Salam. Pada masa itu hanya SITC saja yang mampu melahirkan guru-guru seni dan berkhidmat di seluruh pelusuk Tanah Melayu.
Penerbitan majalah seperti Mastika agak aktif. Tetapi kemudiannya menjadi malap dan seterusnya terhenti akibat tercetusnya Perang Dunia Kedua. Selepas tamat perang ia diterbitkan semula pada November 1946. Ini menandakan dunia kritikanseni di Malaya mulai bertambah rancak. Majalah Mastika merupakan majalah yang memaparkan pelbagai isu seperti politik, budaya dan sastera. Ia diterbitkan oleh Utusan Melayu di Singapura (1941-57). Kritikan seni pada tahun itu kebanyakan disiarkan dalam tulisan jawi. Antara yang dipaparkan ialah polemikseni oleh saudara Mona Lisa dengan Saudara Mohd. Salehuddin mengenai pengertian seni moden. Mona Lisa cuba membahaskan pandangan Mohd. Salehuddin mengenai seni moden. Kritikan itu dijawab semula oleh Mohd. Salehuddin dalam Mastika keluaran Mac 1959. Walaupun jawapan yang diberikan oleh Mohd. Salehuddin dalam bentuk penulisan sebuah rencana seni, tetapi ia sudah cukup untuk membuktikan bahawa telah ada satu polemik seni yang terawal di Malaya disiarkan dalam media.Selain menjadi penulis Mastika, Mohd. Salehuddin juga seorang pelukis. Salah sebuah karyanya yang berjudul, “Membeli-belah Di Kampung” (1959) menjadi koleksi tetap Balai Seni Lukis Negara.

Terdapat seorang lagi pengkritik seni, iaitu Abdul Gani Hamid. Antara kritikanseni yang telah dihasilkan berjudul, “Seni Lukis Dari Kongres ke Kongres” yang telah disiarkan dalam majalah Mastika keluaran Mac 1958. Beliau telah mengulas dan mengkritik rumusan kedua-dua kongres penting iaitu Kongres Bahasa Melayu III Malaya yang berlangsung pada 16 hingga 21 September di Singapura dan Kongres Kebudayaan Melayu I yang berlangsung pada 30 Disember 1957 hingga 2 Januari 1958 di Melaka. Beliau dengan beraninya mengkritik bahawa ketetapan yang telah dibuat sebagai rumusan kepada kedua-dua kongres tersebut tidak menjadi apa-apa makna seandainya kita tidak mendapat sokongan dari pihak pemerintah. Selain daripada itu beliau juga telah mengkritik kedudukan seni lukis di Malaya yang jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan kedudukan seni lain terutamanya kesusasteraan.
Tulisan beliau yang dikira amat pedas dan tajam berjudul, “Kita Ada Sebidang Tanah, Tak Seorang Petani Ingin Berbudi.” Pandangan dan kritikan beliau dibuat terhadap pemerintah yang membiarkan kedudukan pelukis-pelukis terbiar tanpa pembelaan. Walaupun para pelukis telah disediakan dengan Balai Seni Lukis Negara dan dirasmikan pada tahun 1958, tetapi peluang-peluang untuk melanjutkan pelajaran ke luar negara dalam bidang ini amat terbatas. Tambahnya lagi, beliau turut berminat dengan percubaan beberapa pelukis Malaya yang mengambil idea yang berteraskan keMelayuan dan pribumi dalam pengolahan karya catan. Contohnya pelukis Chuah Theng Teng dari Pulau Pinang, Nik Zainal Abidin dari Kelantan dan Abdul Hamid Alias dari Melaka.
Tugas masyarakat ialah menghayati dan menyimpan khazanah seni. Penyesuaian diri masyarakat dalam menghayati dan menghargai bidang ini bukanlah sesuatu yang mudah. Tugas dan perlaksanaannya memerlukan satu bidang pengkajian yang khusus.Siapakah yang perlu memainkan peranan ini? Seniman dan penggiatseni berperanan sebagai penghasil karya. Tetapi, peranan pengkritik seni lebih penting ke arah memajukan karya seni itu. Pengkritik seni tidak dilihat sebagai penilai karya seni atau ‘pembunuh’ minat seniman untuk terus berkarya. Bidang kritikan seni di Malaysia amat jarang diperbahaskan. Tidak banyak penulisan yang ditemui mengenai perkara ini. Kecuali tulisan-tulisan berbentuk ringan dari majalah lama yang diterbitkan sekitar tahun 1930-an itu. Apakah yang dimaksudkan kritikan dan pengkritik seni. Pepper, Stephen C. (1996) menjelaskan, sebenarnya kritikan seni adalah satu bidang ilmu yang perlu diketengahkan. Perkembangan seni tampak tidak akan berjaya tanpa adanya kritikan. Kritikan seni amat berkait rapat dengan perkembangan seni di Malaysia. Kritikan seni juga berkembang seiring dengan bidang seni tampak yang lain.
Zakaria Ali (1989) menjelaskan pengkritik seni perlu jujur kepada dirinya sendiri, inilah prinsip yang patut dipegangnya. Kejujurannya itu kadangkala menghalangnya membuat apreasiasi bertulis dengan jujur. Dia khuatir akan menyinggung perasaan seniman yang sentiasa sensitif, tidak boleh ditegur dan mahu sentiasa dipuji. Beliau menjelaskan lagi, seniman pula sentiasa mengakui bahawa karya seni mereka itu adalah hasil kejujuran dari diri mereka sendiri. Kejujuran tidak menjamin terhasilnya karya seni yang besar. Kewujudan karyaseni itu adalah merupakan sesuatu hakikat yang bebas dari pengaruh seniman dan pemerhati.Greene, Theodore Meyer (1997) mengatakan bahawa pengkritikseni haruslah berwaspada kerana pendapat seniman itu adalah penyambungan suasana mental ciptaanya sahaja. Suasana ini boleh membantu pengkritik senimenilai kesenian karya seniman itu. Sebalikya pula, terlampau banyak pendapat yang dikeluarkan, boleh mengelirukan orang ramai yang bakal menjadi peminatnya. Lebih lagi pendapat itu diberikan pada waktu-waktu yang berbeza.Graham Collier (1992) menjelaskan seniman yang bijak selalunya bersikap membisu sesudah karyanya disiapkan.
Namun di dalam sejarah seni, banyak sekali terdapat contoh-contoh seniman yang menulis surat-surat, diari-diari dan renungan-renungan peribadi. Penghayatseni dan pengkritik seni amat memerlukan dokumen-dokumen itu bagi menyokong mereka untuk menilai dan menikmati karya seni itu. Seniman yang masih aktif dan masih ada (hidup) boleh terus mengeluarkan buah fikiran, pendapat, kenyataan, menukarkan fikiran, mengubah pendapat, malah menafikan pendapat-pendapat awalnya tadi.M. Lansing (1996) menyatakan bahawa karya seni itu boleh mendidik masyarakat. Perlu ditegaskan bahawa bukan semua karya seni boleh mendidik masyarakat. Ia bergantung kepada pendapat pengkritik. Apa yang ditulisnya itu. Adakah untuk mendidik atau sekadar ia dianggap cukup cekap dan bernas serta mempunyai etika saja. Namun ditahap peribadi kita, apabila semua pemerhati berhadapan dengan karya seni, mereka adalah pengkritik. Walaupun dalam keadaan dan suasana senyap-senyap. Setiap penghayat seni, pemerhati seni, harus digalakkan menjadi pengkritik seni yang senyap-senyap pada mulanya dan kemudian menjadi pengkritik seni yang aktif sesudah itu.

Selaras dengan perkembangan seni yang berlaku itu, sewajarnya dunia kritikan dianggap satu bidang yang amat penting. Bidang kritikan sebenarnya telah berusia ribuan tahun. Sejarah seni membuktikan bahawa ahli falsafah klasik seperti Socrates (469 – 399SM), Plato (427 – 347SM) dan Aristotle (384 –322SM) telah menggunakan pendekatan kritikan untuk melihat seni dengan lebih mendalam. Socrates menggunakan pendekatan teori idea. Beliau menyatakan bahawa penghasilan karya seni bersandarkan dari idea atau buah fikiran. Manakala Plato pula membuat tafsiran yang seni itu hasil dari kegiatan peniruan atau imitasi. Aristotle pula melihat seni sebagai satu elemen yang mendekatkan manusia dengan alam. Dia menggunakan istilah mimesis yang merujuk kepada proses meniru atau penghasilan semula kata-kata dan gerak-geri orang lain.

Dalam perkembangan seni Eropah pun, kritikan seni telah lama wujud dan dianggap amat penting. Beberapa tokoh sejarahwan Eropah seperti Heinrich Wolflin (1864 – 1945), GiorgioVasari (1511 – 1574) dan Johann Joachim Winklemann (1717 – 1768), telah melihat bidang kritikan boleh menyemarak dan memeriahkan lagi dunia seni tampak. Contohnya, Wolflin telah membuat analisa dalam bidang kritikan. Beliau membuat perbandingan seni ini kepada beberapa bidang. Iaitu seni bina, seni arca dan seni catan. Penganalisaan ini menjadi satu disiplin dan asas kepada pengkritik seni yang lain untuk mengkritik karya. Wolflin membuat analisa perbandingan stail dan gaya seni zaman Renaissance dan Baroque. Dia menggabungkan kaedah emperikal dan saintifik. Seni menurut Wolflin ialah hasil jelmaan pengaruh sosial yang bersifat dalaman dan luaran di mana persepsi menjadi pembolehubahan yang baru dalam memperkatakan perubahan gaya dan pengkaryaan seni. Menurutnya lagi seniman perlu melakukan perubahan dan perkembangan terhadap seni dengan terus membuat penerokaan, mengkaji dan merujuk kepada sejarah. Untuk merealisasikan agar masyarakat dapat menerima seni, pengkritik juga memainkan peranan yang utama seperti yang dijelaskan oleh T.S Elliot terjemahan Dr. Wong Seng Tong (1991), “kritikan ialah mengupas dan menghuraikan karya-karya seni dengan menggunakan tulisan atau tujuan dasarnya adalah menjelaskan karya-karya senisementara mengawal selera pembaca.”

Vasari mendefinisikan karya seni boleh dikritik dengan beberapa tahap seperti perkembangan awal, perkembangan pertengahan dan tahap kematangan. Dia yang dianggap sebagai perintis dunia falsafah moden dan kritikan senimenyenaraikan seni tampak boleh dianalisa kepada beberapa peringkat. Antaranya ialah kadar banding, nilai keindahan, jalinan, cahaya dan bayang serta objek (subject matter) yang diketengahkan oleh seniman. Vasari amat terkenal dengan Teori Imitate Nature. Wincklemann pula memberi pandangan bahawa kritikan adalah penganalisaan dari sebuah karya seni yang mengandungi nilai estetik. Selain itu beliau berpendapat karya seni itu merupakan hasil peniruan atau meniru keindahan. Beliau juga telah menemui tiga konsep peniruan atau imitasi berdasarkan kepada tiga perkara iaitu seniman meniru alam, seniman meniru bahan dan seniman meniru keindahan.

Beliau menjelaskan lagi, ‘keindahan itu mesti dinikmati oleh deria dan difahami oleh intelek, perasaan luaran dan dalaman penting untuk mengenal dan menikmati keindahan.’ Menurutnya lagi kebolehan mengkritik atau menilai keindahan adalah berbeza-beza. Oleh itu katanya lagi seniman dan penghayat seni perlu terus berlatih pancaindera mereka sehingga berupaya menikmati keindahan melalui daya intelektual. Merujuk kepada kepentingan kritikan seni, maka jelaslah bahawa kewujudan pengkritik seni amat membantu dalam usaha memartabatkanseni tampak Malaysia. Namun penglibatan pengkritik seni itu mungkin masih ditahap sederhana.Usaha memberikan galakan dan penerangan akan kepentingan kritikan seni kepada para seniman mesti diteruskan. Seniman perlu didedahkan bahawa dunia kritikan seni boleh membantu karya seni mereka berada pada tahap kualiti yang membanggakan. Seniman juga perlu menyedari dengan adanya kritikan seni ini, perkembangan dunia seni tampak menjadi lebih bermakna dan dipandang tinggi.

Sesuai dengan perkembangan seni di peringkat antarabangsa, seni kritikan telah diterima oleh masyarakat barat sebagai sebahagian dari aktiviti seni itu sendiri. Tanpa adanya kritikan seni, maka seni itu dilihat sebagai satu kekurangan. Oleh itu sewajarnya kritikan seni mesti berada dan bergerak seiring dengan duniaseni tampak tanah air. Penyelidikan PerpustakaanMenurut Encyclopedia Britannica, kritikan seni ialah satu perbincangan ilmiah yang beralasan dan bersistem untuk menghuraikan atau menilai gaya, teknik dan cara penghasilan sesebuah karya seni itu. Kritikan seni yang terawal telah dapat dikesan dalam ‘Republic’ oleh Plato (427 – 347SM) Dalam karya tersebut, Plato telah mengemukakan teori idea yang menjelaskan bahawa objek-objek dalam dunia yang kita lihat hanyalah peniruan semata-mata. Malahan kedudukannya tidak begitu sempurna. Dari kenyataan ini, maka bermulalah dunia kritikan seni. Konsep peniruan ini dikenali sebagai seni imitasi (art imitate nature).

Selepas itu, idea ini dikembangkan dan perbaharui oleh Aristotle dengan mengatakan bahawa imitasi itu adalah satu aktiviti kreatif. Di antara tokoh penting dalam bidang kritikan dan pensejarahan pada pada abad ke-16 ialah Giorgio Vasari di Itali, Johann Joachim Winckelman dan Gotthold Ephrain Lessing dari Jerman. David S. Nateman (1994) mengatakan bahawa terdapat beberapa jenis teori kritikan seni yang dikenalpasti. Antaranya ialah kritikan impresionistik, kritikan imitationalis, kritikan ekspresif, kritikan formalis dan kritikan instrumentalis. Kritikan formalis juga dikenali dengan nama kritikan judicial atau kritikan objektif. Manakala kritikan impresionistik ialah kritikan yang melahirkan sikap dan perasaan secara spontan tanpa menghitungkan disiplin ilmu seni. Kritikan ekspresif pula ialah kritikan yang cuba melihatkan pertalian atau hubung kait antara karya dan seniman. Manakala kritikan imitationalis ialah melihat karya seni sebagai kerjaseni yang terlibat dengan konsep peniruan.

Kritikan formalis adalah kritikan yang menumpukan kepada intrinsic karya. Kritikan instrumental ialah kritikan yang cuba melihat karya seni dari segi fungsi sosialnya, karya ini berbeza dengan karya lain.Selain itu terdapat beberapa jenis kritikan lagi. Antaranya ialah kritikan teori (theoretical criticism), kritikan amali (practical criticism) dan kritikan terapan (applied criticism). Kritikan teori menumpukan kepada beberapa aspek teori dan methodologi. Ia menerangkan prinsip-prinsip teori dengan jelas dan terperinci serta menekankan pemahaman yang mendalam mengenai unsur-unsur seni, prinsip rekaan dan struktur serta organisasi rekaan. Di samping itu juga ia menekankan aspek yang berkaitan dengan sosiologi, psikologi, falsafah seni dan perkembangan seni dan sebagainya. Terdapat ramai tokoh yang membicarakan kritikan teori. Tokoh yang paling awal membicarakan teori ini ialah Aristotle dalam bukunya berjudul, ‘Poetics’ yang ditulis pada abad Ke-4 Sebelum Masihi. Selain daripada itu dua buah buku teori lain yang amat berpengaruh ditulis oleh I.A. Richards (1924) dalam bukunya berjudul ‘Principle of Literary Criticism’ dan Northrop Frye (1975) dalam bukunya berjudul ‘Anatomy of Criticism.’ Manakala buku lain yang juga turut membicarakan kritikan teori ialah Jonathan Culler (1975) berjudul ‘Structuralist Poetics’ dan Roland Bartes (1972) yang berjudul ‘ Critical Essay’.

Kritikan teori lebih menumpukan kepada aspek teori dan methodologi. Prinsip-prinsip teori akan dikemukakan dengan lebih jelas dan terperinci. Penguasaan ilmu teori bukan sahaja kepada pemahaman tentang unsur-unsur seni, prinsip rekaan dan struktur rekaan semata-mata tetapi lebih jauh daripada itu. Pengkritik senimestilah menguasai sebanyak mungkin ilmu bantu seperti pendidikan asas senilukis dan seni reka, sosiologi, psikologi, falsafah seni, methodologi seni, perkembangan seni pra-sejarah, perkembangan seni Eropah dan Asia, seniIslam selain perkembangan seni tempatan. Malahan pengkritik seni sewajarnya melengkapi ilmu teori ini selari dengan perkembangan seni semasa sama ada berlaku di luar ataupun dalam negara. Kritikan amali atau praktikal ini bermaksud penglibatan secara langsung pengkritik dengan pengkarya seni. Pengkritik melakukan pengamatan dan penganalisaan terhadap sesuatu karya seni itu dengan lebih mendalam. Dia boleh menjelaskan sama ada pengkajiannya itu menarik atau sebaliknya. Sebahagian daripadanya mungkin dijelaskan tidak menarik perhatian. Penghayat seni pula mempunyai tahap penilaian yang amat berbeza. Mereka tidak sanggup untuk mengatakan karya itu tidak menarik, seandainya ia berada di hadapan pengkarya seni itu. Ketidakjujuran di dalam membuat penilaian oleh penghayat seni boleh dipertikaikan. Bahan-bahan seniyang kotor, buruk, kasar dan tidak menyenang dipandang mungkin dianggap tidak menarik bagi sesetengah penghayat seni atau orang ramai.

Tetapi bagi pengkritik seni yang sudah berpengalaman tentu mempunyai pandangan yang berbeza pula.T.S. Eliot adalah tokoh yang paling terkenal dan pertama dapat mempengaruhi teori dan amalan bagi pengkritik-pengkritik seniyang baru. Dalam kegiatan awalnya T.S. Eliot menjadi model bagi para pengkritik aliran ini. Beliau adalah seorang pemimpin yang alamat terpengaruh dalam mengutarakan pemikiran-pemikiran tentang teknik dan kaedah serta bahasa kritikan. Beliaulah yang mengemukakan rancangan dan pernah dilaksanakan oleh T.E. Hulme dan Ezra Pound. Kita boleh membaca eseinya yang pertama, The Sacred Wood: ‘Essay on Poetry and Criticsm’ (1920). Elliot menjelaskan penentangannya terhadap unsur-unsur ‘impressionis’ dan ‘moralisme’ yang melampau dalam melakukan sesuatu teknik pengkritikan.Eseinya yang berjudul ‘The Perfect Critic’ mengemukakan pendapat bahawa pemikiran yang baik adalah lebih mengarah kepada melihat sesebuah karya dalam istilah-istilah struktur. Katanya, “ Criticsm is the statement in languange of this structure; it is a development of sensiblitiy.” Sesuatu kritikan yang buruk ialah kritikan yang mengandungi sesuatu pernyataan emosi yang tidak terkawal. Penilaian dan hujahan terhadap karya seni itu hendaklah dibuat berlandaskan etika moral yang betul.

Kritikan terapan (applied criticism) merupakan lanjutan dari kritikan amali. Pengkritik seni melihat dan menganalisa karya dan seterusnya mengemukakan cadangan-cadangan tertentu. Apa yang boleh dimanfaatkan dari hasil sesebuah karya seni itu terhadap kepentingan masyarakat. Saranan dan sumbangan dari kritikan itu boleh membantu seniman untuk terus memberikan sesuatu yang bermakna pada masyarakatnya.Manakala kritikan amali pula menerangkan penglibatan secara langsung pengkritik dengan pengkarya seni. Di sini pengkritik melakukan pengamatan dan penganalisaan terhadap sesuatu karya seni itu dengan lebih mendalam. Sementara itu kritikan terapan adalah kritikan yang melibatkan pengkritik seni yang melihat dan menganalisa karya dan seterusnya mengemukakan cadangan-cadangan tertentu. Saranan dan sumbangan dari kritikan itu boleh membantu seniman untuk terus memberikan sesuatu yang bermakna pada masyarakat.

Kaedah-kaedah kritikan seni dari setiap teori tidak berdiri secara tersendiri. Ia memerlukan hubungan yang rapat dengan sejarahwan seni dan seniman. Dalam erti kata yang lain, seniman yang menghasilkan karya seni memerlukan sejarahwan untuk merakamkan peristiwa yang berlaku ketika itu. Pengkritik senipula mengulas, menganalisa, mengkritik dan membina idea supaya menjadi lebih mantap. Ketiga-tiga penggiat seni ini sewajarnya digembeleng tenaga demi memartabatkan seni tanah air. Teori-teori seni sentiasa berkembang dari satu era ke satu era yang lain. Ia akan sentiasa diperkatakan oleh para sejarahwanseni. Tidak akan wujud satu zaman yang gemilang dalam perkembang seniandainya ada pihak yang mempertikaikan kehadiran sejarahwan dan pengkritikseni.




























corak/aliran/gaya dalam seni rupa

by agung1975 (15/10/2008 - 07:43)
http://ima.dada.net/image/halfcol/11021978.jpg
CORAK / ALIRAN / GAYA SENI RUPA

1.    Naturalisme 
    Naturalisme merupakan corak atau aliran dalam seni rupa yang berusaha melukiskan sesuatu obyek sesuai dengan alam (nature). Obyek yang digambarkan diungkapkan seperti mata melihat. Untuk memberikan kesan mirip diusahakan bentuk yang persis, ini artinya proporsi, keseimbangan, perspektf, pewarnaan dan lainnya diusahakan setepat mungkin sesuai mata kita melihat.
    Tokoh-tokoh Naturalisme : Rembrant, Williamn Hogart dan Frans Hall di Indonesia yang menganut corak ini : Raden Saleh, Abdullah Sudrio Subroto, Basuki Abdullah, Gambir Anom dan Trubus.

2.    Realisme
    Realisme adalah corak seni rupa yang menggambarkan kenyataan yang benar-benar ada, artinya yang ditekankan bukanlah obyek tetapi suasana dari kenyataan tersebut.
    Tokoh-tokoh realisme ialah : Gustove Corbert, Fransisco de Goya dan Honore Daumier.

3.    Romantisme
    Romantisme merupakan corak dalam seni rupa yang berusaha menampilkan hal-hal yang fantastic, irrasional, indah dan absurd. Aliran ini melukiskan cerita-cerita romantis tentang tragedy yang dahsyat, kejadian dramatis yang biasa ditampilkan dalam cerita romah. Penggambaran obyeknya lebih sedikit dari kenyataan, warna yang lebih meriah, gerakan yang lebih lincah, pria yang lebih gagah, wanita yang lebih 

4.    Impressionisme
    Impressionisme merupakan corak seni rupa yang lahir pada tahun 1874. Aliran ini mengutamakan kesan selintas dari suatu obyek yang dilukiskan. Kesan itu didapat dari bantuan sinar matahari yang merefleksi ke mata mereka. Mereka melukiskan dengan cepat karena perputaran matahari dari timur ke barat. Karena itulah dalam lukisan impressionisme obyek yang dihasilkan agak kabur dan tidak mendetail.
    Tokoh aliran ini : Claude Monet, Aguste Renoir, Casmile Pissaro, SIsley, Edward Degas dan Mary Cassat.
    Di Indonesia penganut aliran ini : Kusnadi, Solichin dan Afandi (sebelum Ekspresionisme).

5.    Ekspresionisme
    Ekspresionisme adalah aliran yang mengutamakan curahan batin secara bebas. Bebas dalam menggali obyek yang timbul dari dunia batin ! Imajinasi dan perasaan. Obyek-obyek yang dilukiskan antara lain kengerian, kekerasan, kemiskinan, kesedihan dan keinginan lain dibalik tingkah laku manusia.
    Pelopor ekspresionisme : Vincent Van Gogh, Paul Gaugiuin, Ernast Ludwig, Karl Schmidt, Emile Nolde, JJ. Kandinsky dan Paul Klee. Di Indonesia penganut ini adalah : Affandi, Zaini dan Popo Iskandar.
    Contoh Lukisan bercorak Naturalisme, Contoh Lukisan bercorak Impresionisme, karya Basoeki Abdullah karya George Sevoat.

6.    Kubisme
    Kubisme lahir pada saat pameran retpektif Cezanne yakni pada tahun 1907. Corak ini menggambarkan alam menjadi bentuk-bentuk geometris seperti segitiga, segi empat, lingkaran, silinder, bola, kerucut, kubus dan kotak-kotak. Disini sei bukanlah peniruan alam melainkan penempatan bentuk-bentuk geometris dari seniman kepada alam. Pelopor Kubisme : Gezanne, Pablo Picasso, Metzinger, Braque, Albert Glazes.
    Fernand Leger, Robert Delaunay, Francis Picabia dan Juan Gris. 

7.    Fuvisme
    Fuvisme merupakan nama yang dijuluki kepada sekelompok pelukis muda yang muncul pada abad ke 20. Ciri khas seni lukisannya ialah warna-warna yang liar. Des fauves dalam bahasa Perancis artinya binatang liar. Karena keliaran dari warna-warna itulah oleh kritikus Perancis Louis Vauxelles dilontarkan dengan nama Fauvisme. 
    Tokoh-tokoh aliran ini : Henry Matisse, Andre Dirrain, Maurice de Vlamink, Rauol Dufi dan Kess Van Dongen.

8.    Dadaisme
    Dadaisme lahir karena berkecamuknya Perang Dunia I. Sifatnya dikatakan anti seni, anti perasaan dan cenderung merefleksi kekasaran dan kekerasan. Karyanya aneh seperti misalnya mengkopy lukisan Monalisa lalu diberi kumis, tempat kencing diberi judul dan dipamerkan. Dilakukan juga metode kolase seperti misalnya kayu dan rongsokan barang-barang bekas.
    Tokoh-tokoh aliran ini : Juan Gross, Max Ernst, Hans Arp, Marcel Duchamp dan Picabia.

9.    Futurisme
    Futurisme ialah sebuah aliran seni lukis yang lahir pada tahun 1909. Aliran ini mengatakan keindahan gerak dan dipandang sebagai pendobrak aliran Kubisme yang dianggap statis dalam komposisi, garis dan pewarnaan. Futurisme mengabdikan diri pada gerak sehingga pada lukisan anjing digambarkan berkaki lebih dari empat.
    Tokoh aliran ini : Umberto, Boccioni, Carlo Cara, Severini, Gioccomo Ballad an Ruigi Russalo.

10.    Surrealisme
    Surrealisme pada awalnya merupakan gerakan dalam sastra yang diketemukan oleh Apollinaire utuk menyebut dramaya. Pada tahun 1024 dpakai oleh Andre Bizton untuk menyebutkan corak dalam seni lukis. Dalam kreativitasya corak surrealis berusaha membebaskan diri dari control kesadaran, menghendaki kebebasan yang selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada realistis namun masih dalam hubungan-hubungannya yang aneh.
    Pelopor Surrealisme : Joan Miro, Salvador Dali darl Andre Masson. Di Indonesia bisa disebut : Sudibio; Sudiardjo dan Amang Rahman.
11.    Abstraksionisme
    Seni abstrak dalam seni lukis  ialah seni yang berusaha mengambil obyek yang berasal dari dunia batin. Obyek itu bisa fantasi, imajinasi dan mungkin juga intuisi para seniman. Karena timbul dari dalam batin. Dalam seni abstrak terbagi dua katagori besar yaitu :
    a.    Abstrak Ekspresionisme
        D Amerika abstrak ini terdapat dua kecenderungan yaitu :
        -    Color Field Painting, yaitu lukisan yang menampilkan bidang-bidang lebar dan warna yang cerah.
            Pelopornya : Mark Rothko, Clyfford Stll, Adolf Got lieb, Robert Montherwell dan Bornet Newman.
        -    Action Painting, yaitu lukisan yang tidak mementingkan bentuk yang penting adalah aksi atau cara dalam melukiskannya. Tokohnya adalah : Jackson Polack, Willem de Koning, Frans Kliner dan; adik Twarkov. 
            Di Perancis abstrak ekspresionesme diikuti oleh : H. Hartum Gerard Schneider, G. Mathiew dan Piere Souloges. Kemudian yang diberi nama Technisme dipelopori : Wols Aechinsky dan Asger Yorn.
    b.    Abstrak Geometris 
        Abstrak Geometris disebut juga seni non obyektif. Dipelopori oleh Kandinsky. Setelah itu bermunculan abstrak geometris yang lain dengan nama berbeda antara lain :
        ?    Suprematisme, yaitu lukisan yang menampilkan abstraksi bentuk-bentuk geometris mumi dengan tokohnya adalah kasimir Malevich.
            Konsiruktivisme, sebuah corak seni rupa 3 dimensi yang berusaha menampilkan bentuk-bentuk abstrak dengan menggunakan bahan-bahan modem seperti kawat, besi, kayu dan plastik.
            Tokohnya : Vladimir Tatlin, Antonic Pevner, Naum Gabo dan A. Rodehenko. Alexander Calder karena patungnya dapat bergerak disebut Mobilisme di Amerika patung yang dapat bergerak disebut Kinetic Sculpture. Minimal Art juga termasuk dalam kelompok konstruktivisme. Seni ini lahir karena situasi tehnologi industri yang tinggi dan karyanya cenderung kea rah aristektual.
         ?    Neo Plastisisme (De Stijil), yaitu corak seni abstrak yang menampilkan keuniversalan ilmu pasti. Aliran ini berusaha mengembalikan pewarna kepada warna pokok dan bentuk yang siku-siku Tokohnya ialah Piet Mondarian, Theo Van Daesburg dan Bart Van Leck.
        ?    Op Art (Optical Art), disebut juga Retinal Art yaitu corak seni lukis yang penggambarannya merupakan susunan geometris dengan pengulangan yang teratur rapi, bisa seperti papan catur. Karya ini menarik perhatian karena warnanya yang cemerlang dan seakan mengecohkan mata dengan ilusi ruang. Tokoh corak ini : Victor Vaserelly, Bridget Riley, Yacov Gipstein dan Todasuke Kawayama.

12.    Pop Art (Popular Art)
    Seni Pop atau Pop Art mula-mula berkemang di Amerika pada tahun 1956. nama aslinya adalah Popular Images. Seni ini muncul karena kejenuhan dengan seni tanpa obyek dan mengingatkan kita akan keadaaan sekeliling yang telah lama kita lupakan. Dalam mengambil obyek tidak memilih-milih, apa yang mereka jumpai dijadikan obyek.
    Bahkan bisa saja mereka mengambil sepasang sandal disandarkan  diatas  rongsokan meja kemudian diatur sedemikian rupa dan akhirnya dipamerkan.
    Kesan umum dari karya-karya Pop art menampilkan suasana sindiran, karikaturis, humor dan apa adanya.
    Tokoh-tokohnya antara lain : Tom Wasselman, George Segal, Yoseph Benys, Claes Oldenburg dan Cristo.
    Di Indonesia yang menganut aliran ini adalah seniman-seniman yang memproklamirkan diri :Kaum Seni Rupa Baru Indonesia”.

13.    Seni Instalasi
    Berarti sejumlah kanfas atau obyek ide instalasi dimulai dari barang-barang yang  ditemukan di mana-mana dan kemudian di kembangkan, direkayasa di work shop, di improvisasi dengan ruang, atau merupakan input respons terhadap ruang ataupun yang mengelilinginya, susunan dalam sebuah fungsi dirakit dengan obyek-obyek lain jadilah sebuah sistem itulah instalasi.
 BAB II
PRINSIP DASAR SENI RUPA

Yang dimaksud Prinsip Dasar Seni Rupa adalah :
Pengetahuan dasar untuk berkarya seni rupa merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan berkarya seni rupa dalam bentuk dua Demensi maupun Karya senu Rupa tiga Demensi.
Secara Scematis dapat digambarkan sebagai berikut :

1.    Komposisi ialah : Suatu cara dan ketentuan untuk mengatur, mengusun, meramu (menyampur) dengan dasar kaidah-kaidah yang ada, hingga mewujudkan, suasana tatanan  yang harmonis, kaidah-kaidah yang dimaksud dapat dibagi dua tahap proses yang sebenarnya kesemuanya itu adalah merupakan satu kesatuan  teknis yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena saling mendukung untuk mendapatkan hasil karya seni yang bermutu atau yang berkwalitas, namun demikian untuk permulaan belajar dapat menggunakan kaidah dasar lebih dulu, karena dengan menggunakan kaidah dasar tersebut sudah bisa dilihat hasilnya walaupun belum tuntas penyelesaiannya.
    Contoh penerapan komposisi yang sifatnya 
    1.1.    Mengatur    :    bagaimana seorang disainer Interior mengatur perabot rumah, hiasan, foto dalam satu ruangan yang  masing-masing disebut elemen estetik.
    1.2    Menyusun    :    bagaimana seorang disainer seni grafis menyusun huruf, kata-kata, kalimat, gambar dalam satu bidang media cetak majalah atau surat kabar.
    1.3    Meramu    :    Kata meramu juga bisa diartikan mencampur bagaimana cara seorang pelukis mencampur warna, dan seorang opoteker meramu obat dengan memperhatikan kadar bahan yang dipakai

2.    BALANCE  Keseimbangan) yang dimaksud ialah cara mengatur  beberapa benda atau bidang dalam satu bidang kertas gambar aar hasilnya serasi dan harmonis.
    Ada beberapa macam keseimbangan dalam mengatur bentuk/warna dalam gambar
    2.1    Keseimbangan Simetri : “keseimbangan yang diterapkan pada pengatura benda atau bidang yang sama bentuknya, atau jika  gambar tersebut dibagi dua merupakan satu bentuk yang dibagi dua sama besar atau sama dan sebangun.
    2.2    Keseimbangan a Simetris = keseimbangan yang diterapkan pada pengaturan benda atau beberapa bentuk / warna yang tidak sama ukuran besar kecilnya benda, atau tidak sama posisinya caa meletakkannya.
    2.3    Keseimbangan Skew Simetri = keseimbangan yang diterapkan pada beberapa bentuk benda atau bidang yang sama tapi sehadap penerapannya banyak dipergunakan untuk menggambar hiasan.

3.    Penerapan faktor keseimbangan dalam pekerjaan sehari-hari ada tiga macam yaitu :
    3.1    Visualize Balance : keseimbangan yang dapat dinilai melalui pengamatan dan dapat diukur     segi besar/kecil, panjang pendek, wujudnya berupa bentuk benda dua dimensi. Missal gambar ilustrasi, gambar hiasan, lukisan, foto.
    3.2    Audio “balance” merupakan faktor keseimbangan pada satu karya yang dapat dinikmati/dihayati melalui panca indera telinga/pendengaran. Missal mendengarkan musik, mengguakan alat Bantu tape recorder sterio pada tape sterio tersebut ada dua Loud Speaker yang masing-masing berfungsi untuk menggetarkan suatu yang dapat diseimbangkan melalui potensio Balance.
    3.3    Konstruktif Balance : penerapan keseimbangan pada karya yang mempergunakan ukuran berat ringan bentuk benda maupun tiga dimensi, misal : bangunan rumah, monument, patung. Dimana  orang untuk mendirikan suatu bangunan dalam menentukan bentuk kontruksinya harus mempertimbangkan faktor keseimbangan jika tidak maka berakibat bangunan akan mudah roboh, atau mudah rusak.

4.    PROPORSI (Perbadingan)
    Semua wujud benda yang ada di alam ini masing-masing mempunyai perbandingan atau proporsi anara benda satu dengan yang lain atau bagian-bagian dalam satu unit benda. Benda-benda yang dimaksud tersebut bisa benda ciptaan Tuhan, benda alam bisa benda buatan manusia. Jika kita perhatikan ukuran-ukuran benda yang kita lihat sehari-hari mempunyai ketentuan ukuran yang sifatnya normatif terdapat benda-benda mati, benda hidup, atau makhluk hidup.
    Benda mati seperti : meja, kursi, mobil dll
    Benda hidup : berupa tumbuh-tumbuhan mulai drai rumput, pohon, bunga-bungaan, dll
    Dalam penerapannya proporsi (perandingan) ada dua kemungkinan yaitu :
    4.1    Proporsi yang diterapkan pada karya seni rupa dua Dimensi
    4.2    Proporsi yang diterapkan pada karya seni rupa tiga dimensi
    
    4.1    Proporsi pada karya seni rupa dua dimensi
        4.1.1    Proporsi pada bidang ditinjau dari ukuran sisi bidang panjang dan lebar, secara umum digunakan menurut golden saction yang dipakai sejak zaman kuno, yaitu ukuran  P : K = (2:3) (4:3) (5:7) dan seterusnya.
            Contoh : pada kertas gambar, yang kita gunakan berukuran : 20 : 30 cm atau 30 : 40 cm juga seperti pas foto 4 : 6 = 4 cm x 6 cm pada bangunan diterapkan pada : Panjang/lebar jendela/pintu, mungkin juga pada ruangan.
            Untuk menerapkan benuk benda pada kertas gambar atau pada kanvas seperti  menggambar alam benda maka penerapannya proporsinya yang harus  diperhatikan adalah sebagai berikut 
        4.1.2    Proposal antara besar gambar dengan luas kertas gambar untuk mempermudah dapat dilakukan dengan cara yang ideal adalah menentukan  bidang 2/3 luas kertas gambar adalah merupakan  besar gambar.
            Contoh : Cara menentukan 2/3 bagian dari luar kertas gambar
            1.    Bagilah sisi panjang menjadi 6 ruas
            2.    Bagilah pula sisi lebar menjadi 6 ruas
            3.    Hubungkan titik-titik 1/6 dari sudut kertas atau ke bawah dan dari kiri ke kanan.
    
    4.2    Proporsi pada karya seni rupa 3 dimensi
        4.2.1    Proporsi antara benda satu dengan benda lain yang ukurannya sudah tertentu (normatif)
            Misal : Gelas dengan Teko
        4.2.2    Proporsi antara satu dengan yang lain dalam satu unit benda misal sebuah cangkir perhatikan tiga gambar.
            Contoh : bandingkan mana yang benar dan mana yang salah antara pegangan cangkir dengan body cangkir.

5.    FAKTOR UNITY (Kesatuan) : Kesatuan yang dimaksud disini  adalah kesatuan yang ditinjau dari segi penataan/pengaturan/penerapan atau rangkaian (inte-atif) hingga benda-benda yang diatur dalam gambar satu sama lain saling mendukung, apabila dikurangi salah satu bagian akan terjadi ketidak wajaran atau ketidak seimbangan.
    Ada dua macam yaitu :
    5.1    Kesatuan antara bagian-bagian benda dalam satu unit benda, bila benda tersebut pada satu nama misal : Teko, cangkir, dengan jelas dapat secara normatif apa bila benda tersebut adalah teko, karena adanya elemen-elemen yang mendukung dalam satu kesatuan misal : pada teko tersebut ada body, penyangga, tutup, tempat pansuran air, dan elemen-elemn tersebut benar-benar punya ukuran tertentu yang normatif.
    5.2    Kesatuan dalam penataan (penerapan) bagaimana menata / mengatur benda yang nampak satu sama lain saling mendukung hingga menghasilkan penataan yang serasi / artistik dalam melakukan pekerjaan menggambarkan yang terdiri beberapa benda maka faktor kesatuan (unity) sangat menentukan kebenaran  kualitas pekerjaan tersebut.
        Contoh : jika kita amati gambar dibawah ini akan merupakan perbedaan yang jelas antara kesatuan dalam penataan dan kesatuan dalam satu unit benda.
        Kaidah-kaidah tersebut merupakan persyaratan mutlak untuk membuat karya gambar / lukis yang sangat rrendasar juga merupakan faktor yang sangat mendukung agar karya penataan ruang bermutu atau bernilai tinggi.
        Dalam taraf permulaan ketiga kaidah tersebut sudah dapat dipergunakan untuk  membuat satu karya misal  karya gambar bentuk untuk  mengerjakan gambar ada dua macam cara untuk menentukan obyek  yaitu :
        1.    Menggambar dengan model (material)
        2.    Menggambar tanpa model (non material)
        Menggambar bentuk dengan model atau tanpa keduanya tetap harus menggunakan  memperhatikan ketiga kaidah yang telah di contohnya diatas, dan kaidah lanjutan sebagai tahap penyelesaian akhir atau tahap finishing.
        
        Kaidah lanjutan meliputi :
        -    Faktor Complexity
        -    Faktor Intensity
        -    Faktor Emphaty (Emphasis)
        Faktor Complexity, yaitu berkenaan masalah kerumitan, ketelitian dalam mengabadikan obyek gambar dimana masing-masing benda mempunyai karakteristik yang sangat menentukan dalam penampilan khususnya masalah texture gelap terang benda, atau karakteristik benda.
        Seorang pelukis akan dinilai karyanya berkwalitas apabila dalam menampilkan hasil lukisan (gambar) dengan Complexitas/ketelitian yang tinggi.
        Contoh : gambar dibawah ini menunjukkan kondisi gambar benda yang mempunyai nilai complexitas/ketelitian yang tinggi dan yang lain tidak. 
    5.    Faktor Intencity : yang dimaksud ialah ketajaman warna atau gelap terang pada penampilan gambar (lukisan) hingga kesan bayangan demensinal benda benar-benar nampak, untuk menunjukkan kondisi volume dari suatu benda atau menunjukkan kesan perspektif dari penataan benda-benda dalam gambar, untuk mewujudkan hasil gambar / lukisan yang berkualitas dibutuhkan ketrampilan / kemampuan yang tinggi.
    6.    Faktor Emphasis : maksudnya adalah pusat perhatian dari seluruh rangkaian gambar atau bagian dari gambar/lukisan yang dijadikan focus pandangan dengan istilah lain dapat disebut Centra of Inters, untuk mewujudkan hal ini dapat dilakukan dengan jalan memberi warna yang mencolok (kontras) atau membagi garis arah berlawanan, dan dapat pula dengan arsir yang intensitasnya tinggi. 

2.3.    UNSUR-UNSUR SENI RUPA
    Yang dimaksud dengan unsur-unsur seni rupa ialah bagian-bagian yang sangat menentukan terwujudnya suatu bentuk karya seni rupa karena pemahaman kerangka dari pengertian unsur-unsur inilah maka seseorang akan mampu membuat karya seni rupa menjadi lebih sempurna, unsur-unsur seni rupa yang dimaksud adalah :
    1.    titik    4.    bentuk    7.  gelap terang
    2.    garis    5.    texture
    3.    bidang    6.    warna
    1.    Titik :    Satu bentuk/tanda yang dibuat dengan satu kali tekan dengan menggunakan alat tulis/alat lukis, dapat pula dikatakan titik merupakan suatu bentuk yang paling kecil dari seluruh rangkaian bentuk yang dibuat dalam pekerjaan menggambarkan/melukis.
    2.    Garis :    Merupakan visualisasi dari kumpulan titik-titik yang bersambung memanjang.
            Garis menurut bentuknya ada 6 macam, yaitu : garis lengkung, garis patah, garis lengkung berganda, garis patah berganda dan garis melingkar.
        Garis menurut fungsi dan sifatnya ada tiga yakni :
    -    Garis nyata     :    yaitu garis yang nampak sebagai perwujudan bentuk bidang segi tiga, segi empat dan sebagainya yang selanjutnya garis merupakan elemen pembentuk bidang.
    -    Garis Semu    :    garis yang dibuat untuk menyatakan adanya bentuk bidang namun sebenarnya garis tersebut tidak ada, misal pada bentuk bidang lengkung.
    -    Garis Bantu    :    garis yang dibuat untuk menunjukkan bahwa garis tersebut memang benar-benar ada namun tidak nampak, karena tertutup bidang lain.
    Dapat pula garis bantu merupakan garis penunjuk arah atau garis Bantu pembentuk benda : contoh pada teknis gambar perspektif.
        Macam-macam garis :
    a.    Garis lurus     c.    Garis patah    e.    Garis patah berganda
    b.    Garis lengkung    d.    Garis lengkung berganda    f.    Garis lingkar
    3.    Bidang     :    bidang terjadi karena rangkaian garis-garis dapat pula dikatakan, garis merupakan awal terjadi, perhatikan gambar-gambar berikut:
                    Gambar macam-macam bidang :
                    Bidang datar terjadi karena rangkaian garis-garis lurus.
                    Bidang lengkung terjadi karena rangkaian garis-garis lengkung.
                    Secara kontekstual realitanya bidang itu dibentuk dengan asumsi yang dapat menimbulkan berbagai kemungkinan akan penafsiran tergantung konteks dan cara pandangnya, kemungkinan yang dimaksud adalah adanya :
        3.1.    Bidang negatif :
            Apabila bidang itu terbentuk dengan tiga garis atau empat garis dan dianggap berlubang atau tembus, hingga garis yang dibuat berfungsi sebagai contur, contoh konkritnya adalah pigora dan kanvas.
        3.2.    Bidang Positif :
            Apabila bidang tersebut terbentuk berjajar dan bersambungan garis-garis yang banyak, contoh konkritnya adalah keray, bidang yang dibuat dari bilah bambu yang dirajut.
    4.    Bentuk :    Istilah bentuk muncul karena menyatunya garis-garis atau bidang-bidang, karena perbedaan masing-masing garis dan bidang maka muncul pula macam-macam namanya bentuk benda dua demensi maupun benda tiga demensi. Bentuk yang digunakan sebagai bagian dari desain, menyangkut dalam dua dimensi atau benda tiga dimensi.
        Bentuk hadir dengan berbagai ragam sifat yang berwujud dibuat secara matematik atau geometris seperti : elips, segi tiga, segi empat, oval. Semua bentuk bidang yang dibuat dengan cara geometris disebut bidang beraturan, secara teknis membuatnya selalu menggunakan pertolongan lingkaran.
        Secara realita keberadaan bentuk bidang atau benda dua demensi maupun tiga demensi ada dua macam yaitu bentuk bidang beraturan dan bentuk bidang tidak beraturan, keberadaan bentuk bidang tersebut mempengaruhi terhadap terjadinya bentuk benda beraturan dan benda tidak beraturan. 
        Contoh :
        1.    Sebuah kubus yang terjadi karena enam bidang bujur sangkar disebut bentuk benda beraturan.
        2.    Sebuah bentuk benda yang terjadi karena gabungan bidang tidak beraturan. 
        3.    Teksture : yang dimaksud ialah bentuk atau rupa muka yang dapat memberikan cirri khas atau karakteristik suatu benda.
        Pembentukannya terjadi dari tiga proses.
        1.    Proses kimiawi (Chemis)
        2.    Proses Mekanik (Mesin)
        3.    (Proses Alami (Proses Alam)
        4.    Proses cetak (buatan tangan)
            1.    Teksture Chemis :    bentuk permukaan suatu benda yang ditimbalkan oleh adanya bahan-bahan yang senyawa kimiawi.
                Misal :    Plastik, gelas dan lain-lain yang kesemuanya benda tersebut tidak bisa dibuat dengan tangan langsung dan juga tidak dengan bantuan mesin.
            2.    Teksture dengan proses mekanik :
                Bentuk perumbaan suatu benda yang ditimbulkan dengan jalan bantuan alat yang disebut mesin, bisa berupa mesin sederhana sampai mesin yang canggih : misal texture kertas, kulit imitasi ada kertas yang halus, kasar, tekstur decoratif.
            3.    Teksture dengan proses alami : suatu bentuk/wujud permukaan suatu benda yang ditimbulkan oleh gejala-gejala alam, misal : corak batu yang kita lihat diatas bumi bermacam-macam adanya ada batu hitam kelam halus ada batu kasar, ada batu permata dll.
                Semua itu terjadi karena fenomena alam atau menurut kekuasaan sang pencipta yaitu Tuhan.
            4.    Tekture proses olah tangan (buatan manusia) menjadi permukaan suatu benda yang terjadi karena dialah oleh tangan manusia, misal : dengan digores dengan benda tajam, digosok, atau dicacah dengan benda runcing.     



http://www.anneahira.com/images/banner/asianbrain_1281942175.jpg

Mengenal Beberapa Aliran Sastra


Oleh: AnneAhira.com Content Team
1
2
3
4
5
  ( 8 )   |   Jumlah komentar: 0

SHARE :   http://www.anneahira.com/images/templates/icon-facebook.jpg Facebook     http://www.anneahira.com/images/templates/icon-twitter.jpg Twitter     http://www.anneahira.com/images/templates/icon-blogger.jpg Blogger     http://www.anneahira.com/images/templates/icon-wordpress.jpg Wordpress

Artikel Terkait
Karya sastra sebagai karya seni tidak akan terlepas dari pengaruh aliran yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut. Hal ini disadari atau tidak oleh pengarangnya, pengaruh aliran tersebut dapat dianalisis dalam karya sastra yang ditulisnya.
Menurut Korrie Layun Rampan,aliran sastra dapat diartikan sebagai hasil ekspresi para sastrawan yang meyakini bahwa jenis sastra yang mereka ciptakan itulah hasil sastra yang paling cocok untuk zamannya.
Jika hasil sastra sebelumnya dapat dianggap sastra konvensional, sastra yang mereka ciptakan kemudian dianggap sastra inkonvensional.
Berikut beberapa aliran dalam karya sastra.
1. Aliran Realisme
Realisme adalah aliran dalam kesusastraan yang melukiskan suatu keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya (real). Aliran ini berusaha menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna dan objektif.
Analoginya, seperti cermin yang memantulkan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Sehingga pembaca seolah-olah melihat kenyataan tersebut secara kasat mata. Aliran realisme muncul pada abad ke-18, tetapi berkembang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Kaum realis ini menetang romantisme yang dianggap cengeng dan berlebih-lebihan. Seniman yang dianggap sebagai tokoh realisme adalah Gustave Flaubert (1821-1889) dari Prancis. 

2. Aliran Impresionisme
Impresionisme berarti pelahiran kembali kesan-kesan yang dirasakan oleh pengarang terhadap sesuatu yang dilihat atau dirasakannya. Menurut Suparman Natawidjaja, impresionisme adalah rentangan alurcerita atau persajakan berdasarkan kesan benda yang dilihat, kemudian diolah dalam sukma dan keluar dalam bentuk baru yang mengandung arti konotatif dan benda yang dilihat tadi.

3. Aliran Naturalisme
Naturalisme adalah aliran yang cenderung melukiskan kenyataan-kenyataan yang buruk, kejelekan-kejelekan atau kekurangan-kekurangan tentang keadaan masyarakat atau sifat manusia.
Tokoh-tokoh naturalisme mengungkapkan aspek-aspek alam semesta yang bersifat fatalistis dan mekanis. H.B. Jassin mengatakan bahwa naturalisme berdasarkan filsafat materialisme adalah pikiran bahwa apa yang bisa diraba dengan pancaindera itulah kebenaran.
Aliran naturalisme berkembang pada akhir abad ke-19. Orang yang pertama kali memperkenalkan aliran ini adalah Honore de Balzac lewat novelnya yang berjudul La Comedie Humaine dan Le Pere.

4. Aliran Ekspresionisme
Ekspresionisme dikembangkan oleh Gustave Flaubert, seorang pengarang Prancis. Aliran ekspresionisme merupakan aliran yang lebih mengungkapkan perasaan dan gejolak jiwa pengarangnya. Kaum ekspresionis ingin mengekspresikan inti dari kenyataan yang terlihat.
Pengaruh aliran ini sangat besar pada awal abad ke-20. Tokoh-tokoh terpenting dari aliran ini adalah Franz Kafka, Ernest Toller, George Kaisar, dan Fritz von Unruth.

5. Aliran Romantisme
Romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mengutamakan perasaan. Romantisme ini timbul sebagai reaksi terhadap rasionalisme yang menganggap segala rahasia alam bisa diselidiki dan diterangkan oleh akal manusia.
Romantisme dianggap sebagai aliran yang lebih mementingkan penggunaan bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi. Pengalaman romantisme adalah pengalaman yang hanya terjadi dalam angan-angan, seperti lamunan muda-mudi dengan kekasihnya.
Namun, ketika romantisme diolah dengan pengalaman yang dewasa dapat melahirkan karya agung seperti Romeo dan Yuliet karya William Shakespeare, Les Miserables karya Victor Hugo.
Beberapa karya sastrawan Indonesia yang dapat dikategorikan beraliran romantisme di antaranya  Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Hilanglah si Anak Hilang karya Nasjah Djamin, dan Dewi Rimba karya Nur Sutan Iskandar.

6. Aliran Simbolisme
Simbolisme adalah aliran sastra yang menekankan pada simbol atau lambang dalam karya sastra mereka, terutama puisi. Aliran ini muncul pada akhir abad ke-19 sebagai reaksi terhadap realisme yang dianggap berlebih-lebihan. Tokoh aliran ini antara lain Charles Baudelaire, Stephane Mallarme, Paul Verlaine, dan Arthur Rimbaud.
Dasar pemikiran simbolisme adalah dunia objektif yang fana ini bukanlah kenyataan sejati, melainkan hanya banyangan dari kebenaranyang tak kelihatan. Kaum simbolis yakin bahwa kebenaran abadi hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilukiskan.

No comments:

Post a Comment